Nasi tumpeng, atau nasi berbentuk kerucut, adalah hidangan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan dan hari penting lainnya bagi orang Jawa atau Betawi yang merupakan keturunan Jawa. Nasi tumpeng seringkali dikonsumsi dalam banyak jenis, misalnya sebagai nasi kuning, terkadang juga disajikan sebagai nasi putih biasa atau nasi uduk dalam wadah anyaman bambu berbentuk kerucut.
Secara tradisional, nasi tumpeng disajikan dalam ritual selamatan dan biasanya dibuat pada saat pesta atau perayaan acara besar. Hidangan ini disajikan di atas daun pisang ataupun tampah, yang merupakan wadah bambu bundar tradisional. Artikel ini akan membahas mengenai sejarah dan segala hal yang belum kamu ketahui tentang nasi tumpeng. Penasaran? Simak sampai habis, ya!
Sejarah Nasi Tumpeng
Pada mulanya hidangan nasi berbentuk kerucut ini dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa dan sekitarnya, seperti orang Madura dan Bali, dengan tujuan memberikan sesajen ke gunung sebagai simbol penghormatan karena dahulu pernah ada leluhur yang tinggal di sana, jauh sebelum agama menyebar ke seluruh nusantara, ritual memberikan sesajen ke gunung sebagai simbol telah terjadi.
Ketika akhirnya agama Hindu mencapai Indonesia, dan era Hindu dimulai, nasi tumpeng dibuat dalam bentuk menyerupai kerucut. Nasi ini dibentuk seperti kerucut bukan tanpa alasan, karena kerucut adalah representasi dari bagaimana dewa-dewa mereka akan hidup dalam bentuk gunung Mahameru.
Tradisi Nasi Tumpeng
Tumpeng merupakan bagian penting dalam perayaan pesta adat. Tradisi tumpeng diketahui sudah ada jauh sebelum masuknya Islam ke pulau Jawa. Meski demikian, tradisi tumpeng dalam perkembangannya diadopsi dan dikaitkan dengan filosofi Islam Jawa, dan dianggap sebagai pesan leluhur tentang doa kepada Yang Maha Kuasa. Dalam tradisi kenduri Slametan pada masyarakat Islam tradisional Jawa, tumpeng disajikan dengan sebelumnya diadakan pengajian.
Terdapat tiga akronim dalam nasi tumpeng yang bersumber dari doa dalam surah al-Isra’ ayat 80 yang artinya: “Ya Tuhan, mohon masukkan aku dalam kebenaran dan keluarkan aku sepenuhnya dan jadikanlah kekuatan-Mu untukku yang memberi pertolongan”. Akronim nasi tumpeng yang pertama ialah akronim menurut tradisi Islam Jawa, kata “Tumpeng” berasal dari akronim dalam bahasa Jawa, yaitu “Yen metu kudu sing mempeng” yang diartikan “kalau keluar harus sungguh-sungguh”.
Akronim yang kedua, ada satu unit makanan lagi yang disebut “Buceng”, yaitu makanan yang terbuat dari beras ketan. Kata buceng merupakan akronim dari Yen mlebu kudu sing kenceng yang memiliki makna “Bila masuk harus dengan sungguh-sungguh”. Dan akronim yang terakhir yaitu lauk pauk pada hidangan tumpeng berjumlah 7 macam, angka 7 dalam bahasa Jawa adalah pitu artinya Pitulungan atau pertolongan (bantuan).
Menurut beberapa ahli tafsir, doa tersebut dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW tatkala akan hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah. Jadi jika seseorang merayakan penyerahan tumpeng, tujuannya adalah untuk memohon pertolongan kepada Sang Pencipta agar kita mendapatkan kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta mendapatkan kemuliaan dari pertolongan tersebut. Dan hal tersebut akan senantiasa kita dapatkan jika kita bersedia untuk terus berusaha dengan sungguh-sungguh.
Dalam menyajikan tumpeng pada acara tertentu seperti perayaan, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, sebuah tradisi tak tertulis menyarankan agar bagian pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau paling tua di antara orang-orang yang hadir.
Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa hormat terhadap orang yang terpilih tersebut. Kemudian semua yang hadir akan turut menikmati tumpeng bersama. Rasa syukur serta rasa terima kasih kepada Tuhan disampaikan oleh masyarakat melalui konsumsi tumpeng bersama, yang sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.
Selain itu, perayaan atau kenduri merupakan bentuk rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas limpahan hasil bumi dan berkah lainnya. Karena memiliki nilai syukur dan perayaan pada hidangan tumpeng, maka tumpeng cukup populer dijadikan sebagai kue ulang tahun dalam perayaan pesta ulang tahun hingga saat ini.
Acara yang selalu menyediakan nasi tumpeng dikenal juga sebagai ‘tumpengan’ secara awam. Di Yogyakarta misalnya, tradisi tumpengan seringkali diadakan pada malam menjelang 17 Agustus Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang bertujuan untuk mendoakan keselamatan negara. Perlombaan dengan tema merias nasi tumpeng juga sering dilakukan setiap 17 Agustus untuk turut memeriahkan Hari Kemerdekaan, khususnya di kota-kota di Jawa Tengah dan Jogjakarta.
Lauk Pauk
Meskipun tidak ditetapkan lauk pauk yang bisa disajikan bersama nasi tumpeng, tetapi ada beberapa lauk pauk yang umum digunakan, yaitu perkedel, ayam suwir, irisan telur, telur rebus, orek tempe, hingga daun seledri. Lauk pauk pada nasi tumpeng juga memiliki makna tradisionalnya tersendiri, seperti dalam budaya Jawa dan Bali. Oleh sebab itu, pemilihan jenis lauk dan banyaknya lauk yang digunakan pada nasi tumpeng tidak sembarangan.
Dalam nasi tumpeng, umumnya terdapat setidaknya tujuh jenis lauk pauk. Angka 7 di Jawa disebut pitu yang juga bisa diartikan sebagai pitulungan atau pertolongan. Selain itu, contoh lauk pauk pada nasi tumpeng, yaitu seperti telur, memiliki makna yang menggambarkan kebersamaan. Dalam pengertian tradisional tumpeng, disarankan lauk pauk yang digunakan terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (lele, bandeng atau rempeyek teri) dan sayuran (kangkung, bayam atau kacang panjang).
Ikan juga umum digunakan sebagai lauk pauk pada nasi tumpeng. Dalam hal ini, ikan menggambarkan sebuah keuletan serta perjuangan hidup meskipun berada dalam masa-masa sulit. Selain itu, ayam jago yang dimasak dengan bumbu kuning juga kerap disajikan. Makna dari ayam jago ini yaitu manusia harus menjauhi sifat buruk dari ayam jago (jantan) misalnya sifat sombong atau ingin menang sendiri.
Berbeda dengan lauk pauk yang memiliki makna yang bervariasi, sayur dalam nasi tumpeng umumnya memiliki arti yang baik. Sayur yang terdiri dari kangkung, kacang panjang, dan tauge memiliki makna melindungi dan pertimbangan yang baik dalam memilih segala sesuatu.
Makna Filosofis
Bagian tumpeng tradisional mempunyai makna filosofinya tersendiri. Menurut cerita rakyat di Jawa dan Bali yang beredar, tumpeng berbentuk kerucut merupakan simbol mistik kehidupan dan ekosistem. Bentuk kerucut juga menggambarkan kemuliaan Tuhan sebagai Pencipta alam, dan lauk pauk serta sayuran menggambarkan kehidupan dan keharmonisan alam.
Hidangan tumpeng yang asli dan lengkap harus setidaknya terdapat satu daging untuk mewakili hewan darat, ikan untuk mewakili hewan laut, telur untuk mewakili binatang bersayap, dan sayuran yang mewakili persediaan makanan yang disediakan oleh tumbuhan. Biasanya tumpeng disajikan dengan bayam karena bayam merupakan simbol tradisional kemakmuran masyarakat pertanian Jawa.
- Telur: Telur biasanya disajikan dengan kulit yang belum dikelupas. Mengupas telur sebelum memakannya melambangkan segala sesuatu yang harus direncanakan dan dilakukan seseorang sebelum menjadi orang baik.
- Sayuran: Seporsi sayuran menggambarkan hubungan yang baik antara teman dan tetangga. Bayam mewakili kehidupan yang aman dan damai; kangkung mewakili orang yang bisa hidup melalui kesulitan; buncis melambangkan umur panjang; dan kecambah kacang hijau melambangkan memiliki leluhur untuk meneruskan warisan.
- Lele: Lele mewakili pentingnya mempersiapkan masalah di masa depan. Ikan lele juga melambangkan kerendahan hati, karena ikan ini hidup di dasar kolam.
- Bandeng: Banyak tulang bandeng melambangkan keberuntungan dan kemakmuran di masa depan.
- Ikan teri: Ikan teri melambangkan hubungan yang baik antara keluarga dan tetangga.
Variasi Nasi Tumpeng
- Tumpeng Nasi Kuning: Pada tumpeng nasi kuning, warna kuning melambangkan emas, kekayaan, kelimpahan, serta moral yang tinggi. Tumpeng nasi kuning dihidangkan pada acara-acara yang menyenangkan, seperti pertunangan, pernikahan, perayaan kelahiran, natal, dan sebagainya.
- Tumpeng Nasi Uduk: Jenis tumpeng ini sering disebut sebagai tumpeng tasyakuran. Nasi uduk adalah nasi yang dimasak dengan santan, serta disajikan pada saat memperingati hari lahir Nabi Muhammad dalam upacara Maulid Nabi.
- Tumpeng Robyong: Tumpeng in seringkali dihidangkan pada saat upacara siraman atau mandi pengantin dalam adat Jawa. Dalam hal ini, tumpeng diletakkan di atas wadah nasi bambu bakul, yang berisi sejumlah lauk pauk seperti telur, terasi, bawang merah dan cabai merah dan diletakkan di atasnya.
- Tumpeng Nujuh Bulan: Seperti namanya, tumpeng nujuh bulan adalah tumpeng yang disajikan pada pada bulan ketujuh menjelang kelahiran atau upacara sebelum melahirkan. Tumpeng ini dibuat dengan nasi putih biasa, dan bagian tumpeng utama dikelilingi oleh enam jenis tumpeng dengan ukuran yang lebih kecil. Kemudian, semua tumpeng didirikan di atas tampah yang dialasi daun pisang.
- Tumpeng Pungkur: Tumpeng pungkur disajikan dalam upacara kematian seorang gadis ataupun seseorang (baik itu laki-laki atau perempuan) yang belum menikah. Tumpeng ini dibuat dari nasi putih yang hanya dikelilingi oleh hidangan sayuran. Tumpeng nantinya harus dipotong vertikal menjadi dua bagian secara merata dan ditumpuk satu sama lain.
- Tumpeng Putih: Jenis tumpeng putih adalah tumpeng yang menggunakan nasi putih karena putih melambangkan kesucian dalam budaya Jawa. Tumpeng putih seringkali disajikan dalam upacara sakral.
- Seremonial atau Modifikasi Tumpeng: Tumpeng modifikasi dengan gaya kekinian ini relatif lebih terbuka untuk modifikasi dan adaptasi. Modifikasi tumpeng ini tergantung pada kebijaksanaan, selera, dan permintaan tuan rumah.
Sebagian besar masyarakat Indonesia hingga kini kerap menyajikan tumpeng sebagai hidangan dalam acara-acara tertentu, seperti acara hajatan, pengajian, pernikahan, ulang tahun, hajatan, kumpul keluarga atau tetangga, pesta perpisahan, dan dalam acara yang banyak dihadiri orang-orang.
Selain itu, tumpeng juga seringkali digunakan untuk memeriahkan lomba 17 Agustus dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan, dengan tema merias tumpeng. Atau, tumpeng juga bisa dijadikan perlombaan pada hari emansipasi wanita tepatnya pada tanggal 21 April. Hal ini dikarenakan tumpeng memiliki nilai kemeriahan dan perayaan, yang bahkan karena nilai tersebut, tumpeng dapat dianggap sebagai kue ulang tahun padanan Indonesia hingga saat ini.
Menurut Jati dalam Kearifan Lokal di Balik Tumpeng Sebagai Ikon Masakan Tradisional Indonesia, pada tahun 2004 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia meluncurkan piramida makanan berbasis tumpeng untuk mendorong pola makan sehat karena lauk pauk dari tumpeng mencakup sampel makanan dari seluruh bagian makanan. Sisi berbahan dasar daging atau kedelai menyediakan zat besi, seng, dan protein; lauk pauk sayuran menyediakan vitamin dan mineral.
Pada tahun 2009 Garuda Indonesia mulai menawarkan Mini Nasi Tumpeng Nusantara sebagai bagian dari konsep baru untuk menonjolkan keramahan Indonesia. Selain itu, tumpeng juga ditawarkan di restoran Indonesia di luar negeri, seperti di negara tetangga Singapura dan Belanda. Itulah sejarah serta beberapa hal yang perlu kamu ketahui tentang nasi tumpeng. Apakah di daerahmu masih menyajikan nasi tumpeng pada acara-acara tertentu?