Peran Rempah dalam Sejarah dan Perdagangan Global

Daftar Isi

Rempah yang ada saat ini digunakan sebagai bumbu masakan dan sebagai pengobatan tradisional, memiliki cerita dibaliknya hingga kemudian masuk ke perdagangan global. Sebelum rempah ditemukan dengan mudah seperti saat ini, ternyata pada zaman dahulu, proses rempah hingga masuk ke dalam perdagangan tidak selalu mulus.

Perdagangan rempah-rempah menimbulkan pertumpahan darah dan konflik. Namun di balik semua itu, dahulu rempah dianggap barang yang jauh lebih berharga daripada emas. Sehingga banyak orang, terutama kaum elite Eropa berbondong-bondong dalam mendapatkannya. Berdasarkan penjelasan singkat di atas, terdapat cerita di balik peninggalan rempah-rempah hingga berpengaruh dalam sejarah dunia serta perdagangan global. Ingin tahu peran rempah lebih lanjut? Simak selengkapnya pada artikel berikut ini.

Sejarah Rempah-rempah

Sejarah perdagangan rempah-rempah sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Selama ribuan tahun, hanya segelintir barang terpilih yang diangkut dalam jarak jauh ke seluruh dunia dalam perdagangan. Rempah-rempah yang paling banyak tersebar secara luas di antaranya adalah rempah-rempah kayu manis, lada, cengkeh, pala, dan fuli. Kebangkitan dan kejatuhan bangsa-bangsa erat kaitannya dengan perolehan dan distribusi rempah-rempah ini.

Permintaan dunia akan rempah-rempah mulai melonjak naik pada saat era Romawi dan memasuki abad pertengahan. Era tersebut adalah masa yang menentukan ekonomi dari India dan Eropa. Sehingga, berdasarkan permintaan tersebut, beberapa rute perdagangan internasional pertama dibuka yang kemudian membentuk struktur ekonomi dunia yang masih kita rasakan hingga saat ini. Mereka yang menguasai rempah-rempah bisa mengalihkan aliran kekayaan ke seluruh dunia.

Namun, asal-usul rempah seperti kayu manis, tidak diketahui secara pasti hingga kini. Di tahun 1498, seorang penjelajah Portugis bernama Vasco da Gama melakukan pelayaran laut pertamanya dari Eropa ke India, melalui ujung paling selatan Afrika. Misi penjelajah Portugis tersebut semakin kuat karena adanya dorongan serta keinginan untuk mencari jalur langsung ke tempat di mana ketersediaan rempah-rempah sangat melimpah dengan harga yang murah, dan melewati tengkulak.

Kedatangannya di Pesisir Malabar India, negara yang merupakan jantung perdagangan rempah-rempah, menandai dimulainya perdagangan langsung antara Eropa dan Asia Tenggara. Kedatangan Vasco da Gama dan negaranya menjadi ancaman besar bagi para pedagang Arab. Ancaman yang dihadapi oleh pedagang Arab tak hanya berupa kerugian finansial, tetapi juga adanya perang berupa serangan berdarah yang diluncurkan oleh para sekutu dengan tujuan untuk membangun dan mempertahankan jalur rempah-rempah baru dari India ke Eropa.

Masalah pertama dan terbesar yang dialami Portugis dalam ambisi perdagangan mereka di Timur adalah bahwa mereka tidak benar-benar memiliki barang yang diinginkan pedagang India atau Muslim. Banyak penguasa sudah sangat kaya, dan mereka enggan melakukan perubahan apa pun pada jaringan perdagangan regional yang bekerja dengan sangat baik dan, yang lebih penting untuk semua orang, secara damai. Portugis memutuskan untuk menggunakan satu hal yang mereka sukai, yaitu keunggulan dalam senjata dan kapal.

Penguasa India dan beberapa pedagang Arab memang memiliki beberapa meriam, tetapi kualitasnya tidak sama dengan yang dimiliki Eropa, dan lebih penting lagi, kapal dagang di Samudera Hindia dibangun untuk kargo dan kecepatan, bukan untuk perang laut. Sebaliknya, orang Eropa telah berperang di laut selama beberapa waktu.

Kemudian, aliran rempah-rempah dari satu bagian dunia ke bagian lain memicu kebutuhan untuk mengembangkan infrastruktur yang luas di darat dan pesisir, kata Marijke van der Veen, seorang profesor arkeologi emeritus di Universitas Leicester. Ini dimulai pada periode Romawi, berlanjut hingga abad pertengahan, dan menjadi awal dari globalisasi.

Hal tersebut kemudian menghasilkan perubahan terhadap pola makan orang-orang di Eropa yang menjadi hambar dan monoton, dan berlangsung hingga cukup lama. Bagian yang lebih penting adalah kenyataan bahwa rempah-rempah menjadi cara lain untuk mendefinisikan apa artinya menjadi kaya dan berkuasa. Hal ini terjadi dengan membawa dampak sosial, emosional dan ekonomi yang mendalam di Eropa.

Rempah-rempah Masuk ke Perdagangan Global

Rempah-rempah memberi kaum elite kesempatan untuk menampilkan hidangan mewah. Sebagai akibatnya, permintaan akan rempah semakin melonjak, hingga melampaui ketersediaan rempah yang ada. Di Eropa, rempah menjadi simbol baru dari status sosial yang tinggi. Sedangkan di Asia, rempah telah dikonsumsi sebagian besar penduduk di sana.

Dibandingkan dengan permulaannya yang bergejolak, sifat perdagangan rempah-rempah hampir tidak dapat dikenali saat ini. Permintaan rempah-rempah tidak menunjukkan tanda-tanda melambat, karena industri baru bermunculan untuk memanfaatkan rempah-rempah dengan cara yang lebih dari sekadar penyedap makanan, seperti di wilayah Eropa dan Amerika Utara.

Rute Maritim ke Asia

Perdagangan rempah-rempah telah berlangsung sejak bertahun-tahun lamanya. Tepatnya sebelum abad ke-16, rempah-rempah dibawa melalui jalur darat dan laut dari Timur, ke Teluk Persia dan Laut Merah, melintasi Mesir atau Arab, lalu berlabuh di Mediterania.

Cara lain yang dilakoni untuk mendatangkan rempah-rempah ke pasar Eropa adalah dengan melalui jalur Sutra dari Cina dan melalui Eurasia. Seperti yang diringkas oleh sejarawan MN Pearson, biaya yang diperlukan untuk membawa rempah-rempah ke Eropa dengan menggunakan rute tradisional Timur Tengah memang sangat tinggi. Jika orang Eropa dapat melewati rute yang telah ditetapkan dalam memenuhi permintaan rempah-rempah yang terus meningkat di Eropa, maka kekayaan dapat dimenangkan. Untuk mencapai hal tersebut, jalur maritim ke Asia diperlukan.

Pada tahun 1488, seorang penjelajah bernama Bartolomeu Dias berlayar menyusuri pantai di Afrika Barat dan melakukan pelayaran pertama dengan mengelilingi Tanjung Harapan, ujung selatan benua Afrika (sekarang Afrika Selatan). Lalu dengan cepat diikuti oleh Vasco da Gama pada tahun 1497 hingga 1498. Ia juga mengitari Tanjung tetapi kemudian berlayar di pantai Afrika Timur dan menyeberangi Samudra Hindia untuk mencapai Kozhikode di Pantai Malabar di India selatan.

Akhirnya, bangsa Eropa menemukan jalur maritim langsung menuju kekayaan Timur. Dari Pesisir Malabar di India, kapal-kapal Eropa kemudian dapat berlayar lebih jauh ke Timur menuju Kepulauan Rempah dan Asia Tenggara. Ferdinand Magellan (1480-1521) ketika dia melakukan pelayaran keliling dunia pertama pada tahun 1519 hingga 1522 untuk melayani Spanyol.

Monopoli Kerajaan

Menegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah di sepertiga dunia secara praktis merupakan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan, tetapi Portugis sangat pandai dalam hal itu. Selain penggunaan meriam seperti yang disebutkan sebelumnya, kontrol administratif pun kerap diberlakukan.

Pertama, setiap pedagang swasta, baik Eropa atau lainnya, yang membawa muatan rempah-rempah akan ditangkap, serta barang dagangan dan kapal pun turut disita. Pedagang Muslim bernasib paling buruk dan sering dieksekusi. Awak kapal Eropa diizinkan mengambil rempah-rempah dalam jumlah banyak sebagai pengganti bayaran yang mana pada satu karung kecil dapat membelikan mereka rumah di kampung halaman.

Setelah disadari, kebijakan tersebut tidak mungkin terus diberlakukan di mana-mana, beberapa pedagang lokal diizinkan untuk berdagang rempah-rempah namun dalam jumlah terbatas, tetapi seringkali hanya satu jenis, rempah yang paling sering diperdagangkan adalah lada.

Terdapat biaya transportasi dan biaya pemeliharaan kapal patroli dan benteng yang diberlakukan, tetapi secara keseluruhan, Portugis dapat memperoleh keuntungan sebesar 90% dari investasi mereka. Selanjutnya, semakin banyak rempah-rempah yang diimpor, semakin rendah biaya keseluruhan. Keinginan Portugis untuk membeli dan menguasai rempah-rempah menjadi tak terpuaskan.

Pembukaan Asia

Bangsa Portugis diketahui telah melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Eropa, namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Banyak pejabat Portugis yang korup dan berdagang tanpa membayar biaya sebagian dari pendapatannya. Pedagang Asia juga seringkali berusaha menghindari orang Eropa dengan tujuan agar perdagangan mereka bebas bea. Hal yang penting untuk diketahui adalah bahwa Eropa hanya menyumbang sekitar seperempat dari perdagangan rempah-rempah global.

Di Timur Tengah, jalur darat dan laut yang digunakan untuk mengirim pasokan rempah-rempah, tidak pernah sepenuhnya digantikan oleh jalur Tanjung Harapan. Jalur tersebut kemudian mulai berkembang kembali lantaran permintaan rempah-rempah yang terus meningkat di Eropa pada abad ke-16.

Negara-negara lainnya di luar Eropa dengan segera mengetahui peluang kekayaan bagi mereka yang memiliki akses langsung ke rempah-rempah. Sehingga, pada tahun 1577 dan 1580, orang Inggris yang bernama Francis Drake melakukan perjalanan keliling dunia, termasuk singgah di Kepulauan Rempah untuk mengambil muatan cengkih.

Dengan cepat, Belanda memberontak melawan pertahanan benteng-benteng di pusat-pusat Portugis, yang memiliki garnisun yang buruk dan sering menderita sebab perawatan yang kurang memadai. Akibat pemberontakan yang dilakukan oleh Belanda, negara tersebut berhasil mengambil alih langsung atas Kepulauan Rempah dan merebut Malaka di tahun 1641, Kolombo tahun 1656, dan Cochin tahun 1663.

Setelah menguasai sumber rempah-rempah, Belanda sekarang dapat memaksakan ketentuan mereka sendiri pada perdagangan rempah-rempah global dan mengimpor ke Eropa hingga tiga kali lipat dari jumlah rempah-rempah yang dapat diangkut oleh Portugis.

Perusahaan perdagangan didirikan oleh Belanda dan Inggris yang memungkinkan perolehan dan distribusi barang yang jauh lebih efisien, seperti misalnya tebu, kapas, teh, opium, emas, dan berlian akan menggantikan rempah-rempah dalam ekonomi dunia saat kekuatan Eropa berlomba untuk mengukir dunia dan membangun sebuah kerajaan.

Kekayaan rempah mulai dimiliki oleh sejumlah negara. India tampak dibanjiri lada hitam. Sri Lanka kaya akan kayu manis. Kayu cendana berasal dari Timor. Cina dan Jepang mendapatkan rempah-rempah seperti cengkeh, pala, dan fuli dari India, Asia Tenggara, dan Indonesia, yang dijuluki sebagai Kepulauan Rempah.

Rempah-rempah sekarang dapat diakses dan banyak ditemukan di mana pun, mulai dari lorong supermarket, toko sudut, hingga restoran mewah. Di mana pelayaran rute laut Vasco da Gama memakan waktu berbulan-bulan, rempah-rempah kini dapat diterbangkan melintasi benua dalam hitungan jam.

Sejarah India, yang dikenal sebagai jantung perdagangan rempah-rempah, sebagian besar bergantung pada iklimnya, yang sekiranya ideal untuk menanam berbagai jenis tanaman rempah yang ada. Misalnya kunyit, sebagai salah satu rempah yang menjadi berharga seiring dengan permintaannya, dapat tumbuh dengan baik sesuai iklim di India, yaitu di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi. Sedangkan rempah-rempah seperti jintan tumbuh subur di daerah subtropis yang lebih dingin dan lebih kering.

Kegunaan Rempah

Rempah-rempah memiliki kegunaan lain selain rasanya, dengan demikian, rempah menjadi semakin dicari oleh banyak orang, terutama oleh kaum elite Eropa pada masa itu, karena rempah merupakan barang mahal yang harus dimiliki. Tak heran pula jika mereka mencari cara untuk bisa mengakses rempah-rempah secara langsung tanpa harus membayar mahal ke Timur dan pedagang Arab.

Pada Abad Pertengahan dan periode modern awal, diyakini bahwa banyak rempah-rempah memiliki nilai pengobatan. Khasiat pertama, rempah diyakini bisa digunakan untuk membersihkan tubuh. Kedua, gagasan bahwa tubuh yang sehat membutuhkan keseimbangan dari empat elemen inti rempah-rempah, dan standar makanan yang masih lazim dikonsumsi.

Oleh karena itu, pola makan yang sehat juga diperlukan untuk menyeimbangkan standar makanan secara umum, yaitu makanan tidak boleh terlalu panas atau dingin, kering atau lembab. Rempah-rempah membantu menyeimbangkan bahan makanan tertentu, seperti misalnya pada ikan yang merupakan makanan dingin dan basah sehingga dengan menambahkan bumbu tertentu pada masakan ikan, kedua karakteristik ini menjadi lebih seimbang.

Rempah-rempah yang dibakar, kemudian menghasilkan wewangian lalu ditaburkan ke lantai, bahkan ditambahkan langsung ke kulit, ini akan berfungsi sebagai penghilang bau tak sedap di dalam ruangan, yang digunakan pada abad pertengahan. Rempah juga dapat dijadikan sebagai obat dengan sendirinya yang dimanfaatkan dengan cara dihancurkan dan dibuat menjadi pil, krim, dan sirup.

Lada hitam dianggap sebagai pengobatan yang baik untuk batuk dan asma, menurut ahli kimia, bisa menyembuhkan luka kulit yang dangkal dan bahkan bertindak sebagai penangkal beberapa racun. Kayu manis dianggap membantu menyembuhkan demam, pala baik untuk perut kembung, dan jahe hangat dianggap sebagai afrodisiak.

Beberapa rempah beraroma kuat dianggap mampu memerangi bau busuk, yang diduga menyebabkan penyakit. Untuk alasan ini, selama banyak gelombang wabah Black Death yang melanda seluruh Eropa, orang membakar ambergris untuk menangkal penyakit yang seringkali mematikan.

Perdagangan rempah-rempah memiliki berbagai tantangan yang harus dihadapi. Ancaman yang seringkali dihadapi oleh penanam rempah adalah cuaca ekstrem seperti banjir, angin topan, hingga kekeringan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Cuaca ekstrem tersebut kerap kali mempengaruhi hasil produksi rempah, yang kemudian berakibat pada jumlah rempah yang bisa dihasilkan, serta harga yang kian meningkat.

Jika perdagangan rempah ingin tetap berkelanjutan, maka penanam rempah-rempah harus dapat beradaptasi dengan masalah yang kerap kali muncul. Sehingga, perdagangan rempah akan terus berjalan sambil memenuhi permintaan rempah-rempah yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Baca artikel menarik lainnya mengenai sejarah kelam dari rempah sebelum dapat dinikmati seperti saat ini, dengan klik link berikut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *