Apa Itu Postpartum? Simak Penyebab & Gejalanya

Daftar Isi
Apa Itu Postpartum? Simak Penyebab & Gejalanya
Apa Itu Postpartum? Simak Penyebab & Gejalanya

Postpartum merupakan istilah untuk menyebut masa nifas wanita setelah melahirkan. Postpartum merujuk untuk kondisi ibu, sementara dalam kondisi yang sama pada bayi disebut postnatal. Masa nifas ibu dimulai sejak bayi dilahirkan, hingga ketika keadaan rahim dan perut ibu telah normal kembali seperti sebelum hamil. Periode ini biasanya terjadi hingga 6 minggu. Proses kelahiran bayi seringkali memicu pencampuran emosi yang kuat mulai dari, kegembiraan, suka cita, hingga ketakukan dan kecemasan. Bahkan tanpa terduga wanita pasca melahirkan dapat mengalami depresi.

Kebanyakan ibu baru akan mengalami “baby blues” yaitu gejala depresi ringan ketika mengalami masa nifas, yang biasanya mencakup perubahan suasana hati, tangisan, kecemasan, dan kesulitan tidur. Baby blues biasanya dimulai dalam dua hingga tiga hari pertama setelah melahirkan, dan dapat berlangsung hingga dua minggu. Tetapi beberapa ibu baru mengalami bentuk depresi yang lebih parah dan bertahan lama yang dikenal sebagai depresi postpartum. Depresi postpartum ini bukan merupakan cacat mental, tetapi memang dapat terjadi atas reaksi hormon hingga menimbulkan komplikasi masa nifas. Ibu yang mengalami depresi postpartum yang berlangsung hampir enam bulan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mengelola depresi.

Tahapan Postpartum dan Perawatannya

Mengutip dari Jurnal of Prenatal Medicine, periode nifas dibedakan dalam beberapa fase atau tahapan. Beberapa perubahan pada sistem genitourinari (organ reproduksi) jauh lebih lama dalam pemulihan dan sebagian hampir tidak mungkin kembali normal seperti keadaan sebelum hamil. Pasca persalinan, berbagai kondisi postpartum mempengaruhi banyak variabel, termasuk dukungan kolagen intrinsik pasien, ukuran bayi, jalur persalinan, dan derajat trauma yang terjadi secara alami. Dengan demikian durasi 6 minggu pada masa postpartum sebenarnya melalui berbagai tahapan sejak bayi keluar, biasanya perubahan mulai dirasakan ibu sejak 6 jam pertama bayi dilahirkan. Berikut tahapan postpartum atau masa nifas.

Fase Immediatiate Postpartum

6 sampai 12 jam pertama setelah melahirkan disebut sebagai Immediatiate Postpartum, terkadang dikenal dengan fase awal (fase akut). Selama fase ini, ibu harus diawasi oleh perawat atau bidan untuk bersiaga apabila muncul komplikasi. Risiko kesehatan yang sering terjadi adalah perdarahan, oleh karena itu pada fase akut membutuhkan pemantauan lebih lanjut. Pendarahan sangat mungkin terjadi setelah melahirkan, karena area tempat plasenta menempel pada dinding rahim akan mengeluarkan darah, dan rahim harus berkontraksi untuk mencegah kehilangan darah. Setelah kontraksi terjadi, fundus (atas) uterus dapat diraba sebagai jarak dari puncak tulang panggul sampai ke bagian paling atas perut ibu hamil.

Pada masa ini rahim harus tetap kuat dan perawat atau bidan akan sering meninjau kembali fundus dan jumlah perdarahan. Fase akut biasanya dapat diminimalisir dengan pijat rahim untuk membantu rahim relaksasi. Akan tetapi, untuk sebagian wanita mungkin menjalani episiotomi atau pemberian sayatan kecil untuk membantu pembukaan vagina. Penggunaan episiotomi selektif menghasilkan lebih sedikit trauma perineum yakni rasa sakit ketika selaput vagina robek secara otomatis ketika proses melahirkan. Profesional perawatan kesehatan biasanya akan merekomendasikan langkah-langkah ini untuk mengurangi kemungkinan pendarahan di masa akut.

Untuk perawatan pada saat masa akut, beberapa pihak berwenang menyarankan untuk melakukan kontak skin-to-skin secara dini (menempatkan bayi telanjang di dada ibu) yang dapat bermanfaat bagi ibu dan bayi. Sejak 2014, kontak ini juga disebut perawatan kanguru, didukung oleh semua organisasi besar yang bertanggung jawab atas kesejahteraan bayi. Untuk membantu membangun ikatan ibu dan bayi serta pengenalan menyusui yang baik, perawat dan bidan harus segera melakukan evaluasi kondisi ibu dan bayi, saat bayi berbaring di dada ibu. Perawat juga perlu mengangkat bayi untuk pengamatan lebih lanjut setelah menyusui pertama kali. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO juga mendorong kontak skin-to-skin selama 24 jam pertama setelah lahir untuk membantu mengatur suhu tubuh bayi.

Fase Early Postpartum

Early postpartum adalah fase setelah masa akut pada masa postpartum. Pada masa ini terjadi involusi atau perubahan menuju kondisi normal rahim (uterus) seperti sebelum melahirkan. Fase kedua yang dikenal sebagai periode postpartum subakut ini dapat berlangsung selama 2–6 minggu. Selama fase ini, tubuh mengalami perubahan besar dalam beberapa hal diantaranya hemodinamik yakni sistem aliran darah dan fungsi jantung, pemulihan genitourinar atau sistem reproduksi wanita, perubahan kinerja metabolisme, dan status emosional.

Meskipun demikian, perubahannya sedikit lambat dibandingkan pada fase akut postpartum. Oleh sebabnya pasien tidak harus diawasi setiap saat karena kadang pasien mampu mengidentifikasi masalahnya sendiri. Beberapa dampak lain yang mungkin akan terasa bersamaan pada fase ini muncul perasaan kecemasan biasa tentang ketidaknyamanan perineum (selaput vagina) hingga depresi postpartum yang parah.

Pada dua hingga empat hari pascapersalinan, ASI seorang wanita biasanya akan masuk. Secara historis, wanita yang tidak menyusui bayinya akan diberi obat untuk menekan atau merangsang laktasi, tetapi hal ini tidak lagi dianjurkan secara medis. Pada periode ini, kesulitan menyusui sangat mungkin timbul. Ibu juga akan sering terganggu karena bayi seringkali bangun malam dan mengharuskan menyusui bayi setiap 2 jam sekali. Selama periode postpartum subakut ini gangguan psikologis juga biasa muncul. Oleh sebab itu banyak dokter yang merekomendasikan agar semua wanita yang menjalani masa ini selalu melakukan evaluasi kesehatan fisik dan mental. Disarankan untuk selalu berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan dan kebidanan dalam tiga minggu pertama postpartum untuk mengatasi masalah akut, dengan perawatan selanjutnya sesuai kebutuhan.

Kunjungan pasca persalinan yang lebih komprehensif harus dilakukan pada empat hingga dua belas minggu postpartum, untuk mengatasi suasana hati emosional ibu (depresi postpartum), pemulihan fisik setelah melahirkan, pemberian makan bayi, mengetahui jarak kehamilan dan kontrasepsi, manajemen penyakit kronis, dan perawatan kesehatan preventif hingga pemeliharaan kesehatan keseluruhan. Selain itu, untuk wanita dengan gangguan hipertensi harus menjalani pemeriksaan tekanan darah juga dalam waktu tiga sampai sepuluh hari postpartum. Hal ini dikarenakan lebih dari separuh stroke postpartum terjadi dalam sepuluh hari setelah melahirkan dan berasal dari ibu dengan kondisi hipertensi.

Fase Delayed Postpartum

Fase ketiga adalah masa nifas tertunda, yang bisa berlangsung hingga 6 bulan. Perubahan selama fase ini sangat perlahan dan infeksi akan patologi jarang terjadi. Fase ini adalah waktu pemulihan tonus otot atau sistem motorik, serta perbaikan jaringan ikat pada ibu. Selain itu pemulihan dari komplikasi persalinan pada periode ini juga mencakup inkontinensia urin dan feses, nyeri saat berhubungan seksual, rambut rontok, dan turunnya panggul juga dapat terjadi dan dalam beberapa kasus mungkin tidak dapat sepenuhnya sembuh.

Sementara untuk gangguan emosional atau depresi postpartum sering mereda dalam periode ini. Rata-rata turun dari 2,8% hingga 5,6% pada 6 minggu setelah melahirkan menjadi hanya 1,5% setelah enam bulan. Meskipun perubahan tidak kentara selama fase ini, keluarga atau perawat perlu mengingat bahwa tubuh wanita belum sepenuhnya pulih ke fisiologi sebelum hamil sampai sekitar 6 bulan setelah melahirkan, sehingga terkadang masih perlu diawasi. Banyak variabel yang mempengaruhi durasi dan tingkat keparahan pada fase ini, termasuk prosedur melahirkan, ukuran bayi dan ketahanan fisik ibu.

Dalam tahap ini diperlukan evaluasi kesehatan fisik dan mental yang berkelanjutan, identifikasi faktor risiko, dan perawatan kesehatan preventif juga harus disediakan. Ibu juga harus mengkonsumsi makanan bergizi dan seimbang untuk menjaga kesehatan secara umum dan meningkatkan kualitas ASI. Selain itu perawatan pada masa postpartum yang tidak kalah penting adalah perawatan payudara. Perawatan payudara bertujuan untuk mempercepat dan memperlancar ASI serta menghindari komplikasi penyakit yang mungkin terjadi. Penting bagi ibu di masa ini menggunakan bra yang nyaman dan longgar, memijat payudara secara rutin serta meningkatkan frekuensi menyusui agar ASI tidak mengendap yang biasanya akan mengantarkan pada penyakit mastitis. Meski demikian pada masa ini kondisi ibu cenderung membaik yang ditandai dengan kualitas tidur lebih baik, mampu menyusui secara teratur dan dapat beraktivitas fisik ringan.

Komplikasi pada Masa Postpartum

Selama masa nifas, tubuh seorang wanita akan mengalami banyak sekali perubahan dan adaptasi baru. Hal ini normal terjadi, namun untuk beberapa kasus perubahan juga dapat terlihat abnormal. Abnormal merujuk pada perubahan yang menunjukkan gejala komplikasi dan perubahan yang mengakibatkan kondisi ibu dan bayi memburuk. Oleh sebab itu penting untuk mengenai berbagai komplikasi yang paling sering terjadi untuk meminimalisir bahaya pada masa nifas.

Komplikasi Fisik

Komplikasi fisik terjadi pada tubuh wanita dengan beragam bentuk penyakit dan gangguan fisik. Hal ini bergantung pada tingkat imun, riwayat penyakit, proses melahirkan serta kondisi bayi yang akan mempengaruhi komplikasi fisik pada masa postpartum. Berikut beberapa komplikasi fisik yang mungkin terjadi pada masa postpartum dan pastikan untuk mengenali gejalanya agar dapat memeriksakan ke dokter sedini mungkin.

Demam Postpartum

Demam terjadi pada kasus tertentu dengan durasi 24 jam selama 10 hari berturut setelah melahirkan. Demam memang tidak membahayakan namun akan mengindikasi infeksi virus dan bakteri. Demam yang dibiarkan akan berlangsung bersamaan dengan pembekuan darah pada pembuluh darah kaki, pneumonia, gangguan kelenjar tiroid, tulang panggul bernanah ataupun infeksi saluran kemih.

Pendarahan Berkelanjutan

Pendarahan setelah melahirkan adalah hal yang lumrah. Pendarahan normal biasanya berlangsung selama 2 sampai 4 minggu dengan volume darah yang semakin berkurang. Namun dalam beberapa kasus pendarahan terjadi secara berkelanjutan disertai volume darah yang berlebihan. Beberapa tanda lain bahwa komplikasi telah terjadi yakni ada gumpalan darah yang lebih besar diantara cairan darah, darah berwarna merah pekat meskipun telah melewati 4 hari pasca melahirkan, sampai dengan muncul nyeri dan kram yang pada akhirnya menyebabkan ibu lemas, pucat bahkan pingsan.

Inkontinensia Urin dan Tinja

Inkontinensia adalah kesulitan menahan, dalam hal ini sulit menahan keinginan buang air kecil maupun buang air besar. Akibatnya ibu dapat mengompol dan cepirit di mana saja. Komplikasi ini memang tidak berbahaya namun, sangat tidak nyaman dan menyulitkan untuk beraktivitas di luar rumah. Hal ini dapat terjadi karena melemahnya otot dan cedera pada saat melahirkan sehingga fungsi saraf otot panggul tidak berfungsi dengan baik. Untuk kasus sederhana, ibu dapat mencoba senam kegel yakni senam latihan otot dasar panggul. Biasanya dokter akan merekomendasikan senam ini jika kondisi fisik ibu memungkinkan.
Akan tetapi komplikasi inkontinensia urin dan tinja dapat dianggap parah dan berbahaya jika ibu menjadi sulit berjalan, gangguan bicara, penglihatan buram, bagian tubuh tertentu kesemutan, linglung dan kebingungan hingga menyebabkan pingsan. Pada tahap ini tindakan medis atau bahkan operasi juga dapat dilakukan.

Pergeseran Tulang Pinggul

Pergeseran tulang pinggul sering terjadi pada masa nifas. Bagi sebagian orang pergeseran tulang pinggul dianggap sakit punggung biasa. Padahal rasa sakitnya sangat parah dan perlu mendapatkan penanganan medis. Pergeseran tulang pinggul biasanya terjadi ketika wanita melahirkan bayi dengan ukuran besar, atau ketika wanita memiliki tulang pinggul yang kecil. Postur tubuh yang tidak baik dan juga obesitas sebenarnya juga dapat mempengaruhi pergeseran tulang pinggul tersebut. Komplikasi ini dapat diobati dengan chiropractic yakni metode perawatan medis khusus untuk gangguan pada sistem otot dan tulang belakang, termasuk sistem saraf di dalamnya.

Komplikasi Mental : Depresi Postpartum

Depresi Postpartum
Depresi Postpartum

Apa yang disebut dengan komplikasi mengindikasikan sesuatu yang berbahaya atau memperburuk keadaan. Dalam hal ini komplikasi mental akan selalu berkaitan dengan depresi postpartum. Depresi postpartum mungkin disalahartikan sebagai baby blues, namun baby blues masih dianggap wajar sementara gejala depresi postpartum lebih intens dan bertahan lebih lama. Depresi postpartum juga dapat mengganggu kemampuan ibu untuk merawat bayi dan sulit beraktivitas sehari-hari. Gejala biasanya berkembang dalam beberapa minggu pertama setelah melahirkan, tetapi dapat dimulai lebih awal seperti selama kehamilan hingga satu tahun setelah bayi lahir.

Beberapa gejala yang paling umum terjadi pada depresi postpartum adalah suasana hati yang berubah secara drastis, dibarengi dengan frekuensi menangis secara berlebihan serta menarik diri dari keluarga dan teman. Beberapa ibu yang mengalami ini juga sulit menjalani ikatan dengan bayi, dikarenakan ada perasaan tidak berharga, malu dan tidak mampu dalam merawat bayi. Pola pikir yang terbentuk adalah pesimisitis terhadap diri sendiri dan obsesif terhadap bayi. Hal ini dapat memunculkan keinginan untuk bunuh diri maupun menyakiti bayi. Wanita yang merasakan depresi postpartum seperti tidak memiliki semangat hidup, terdapat kelelahan luar biasa meskipun tidak beraktivitas, kehilangan nafsu makan, sulit tidur hingga linglung atau halusinasi. Komplikasi ini dapat sangat berbahaya dan mengancam jiwa ibu dan anak apabila terus dibiarkan, sehingga harus mendapatkan perawatan mental segera.

Dalam Jurnal Ners tahun 2019, memaparkan bahwa langkah preventif untuk mencegah depresi postpartum dapat dilakukan dengan intervensi terapi perilaku kognitif. Ini merupakan program yang dikemas untuk mengurangi gejala depresi postpartum seperti mendapat pendampingan dari psikoterapi, baik secara langsung maupun via telepon. Selain itu ketika mengalami gejala depresi postpartum ibu juga dapat mengkonsumsi obat antidepresen sesuai resep dokter. Sementara dari sisi sosial perlu untuk selalu mendukung dan memberikan kata-kata positif untuk wanita pada kondisi ini, serta tidak membiarkannya menyendiri. Ketika lingkungan sosial mendukung (baik keluarga maupun teman) maka akan mendorong perasaan optimis dan berharga yang dapat mengurangi gejala depresi postpartum. Pastikan juga untuk mengurangi pekerjaan berat dan mencukupi istirahat bagi wanita dalam fase postpartum, serta memenuhi kebutuhan makanan bergizi seimbang.

Demikian informasi mengenai postpartum, termasuk mengenali tahapan dan fase hingga komplikasi yang mungkin terjadi. Masa postpartum adalah masa yang penting untuk memulihkan kondisi ibu dan mengawali ikatan batin antara ibu dan bayi. Oleh sebab itu penting untuk mengenali gejala-gejala postpartum yang dianggap normal, hingga berbagai komplikasi yang membahayakan. Ingat selalu, setiap wanita senantiasa membutuhkan perawatan dan dukungan moral yang baik pada masa postpartum ini.

Infographic Apa Itu Postpartum? Simak Penyebab & Gejalanya
Infographic Apa Itu Postpartum? Simak Penyebab & Gejalanya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *