Jalan Condet merupakan jalan sepanjang 4,9 kilometer yang merupakan salah satu jalan utama Jakarta. Jalan ini merupakan penghubung Kawasan Cawang, Kalibata, Kampung Melayu, Kawasan Condet dan Jalan TB Simatupang. Jalan yang berada di Jakarta Timur ini melewati empat kelurahan yaitu Cililitan, Balekambang, Batu Ampar, dan Gedong. Menariknya, daerah Condet terkenal dengan beragam julukan dari Cagar Budaya, Cagar Buah, hingga Kampung Betawi dan Kampung Arab.
Asal Nama Condet
Menurut buku terbitan tahun 2012 yang berjudul 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe oleh Zaenuddin H.M, nama Condet berasal dari Ci Ondet yang merupakan anak sungai Ciliwung. Ci yang berarti air dan Ondet atau Ondeh-Ondeh ialah nama pohon yang buahnya dapat dimakan.
Kawasan Condet juga tidak bisa lepas dari legenda Haji Entong Gendut yang dikenal sebagai Pangeran Geger atau pahlawan yang berani menentang Belanda yang memungut pajak seenaknya. Haji Entong ini memiliki codet di wajahnya. Beliau memimpin pemberontakan 30 pemuda melawan Belanda di Gedung peninggalan Bernama ‘Grooneveld’ yang telah dilahap si jago merah pada tahun 1985.
Condet sebagai Cagar Budaya
Pada kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta yang ke-7 yaitu Ali Sadikin, daerah Condet ditetapkan sebagai cagar budaya Betawi pada tanggal 30 April tahun 1974 melalui SK Gubernur No.D. IV–1511/e/3/74. Pemilihan daerah Condet sebagai Cagar Budaya Betawi dikarenakan kultur Betawi yang masih sangat kental didukung pula dengan faktor lain seperti alam, budaya, sejarah dan geografis.
Gubernur Ali Sadikin atau yang akrab dipanggil Bang Ali ini cukup serius dengan kembali menerbitkan instruksi No.D.IV-116/d/11/1976 yang berisi perencanaan kota Jakarta agar budaya Condet terlindungi. Upaya penetapan cagar budaya ini diiringi dengan penggelontoran dana juga beragam pembangunan yang mendukung. Mulai dari rumah-rumah tradisional yang dijadikan bangunan bersejarah yang senantiasa wajib dipelihara oleh Pemerintah Daerah.
Namun seiring berjalannya waktu dan beragam perubahan yang terjadi juga pergantian gubernur, tahun 2004 cagar budaya Betawi akhirnya dipindahkan ke area Situ Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan oleh Sutiyoso. Hal ini ditetapkan berdasarkan Perda No.3 Tahun 2005.
Condet sebagai Cagar Buah
Setahun setelah penetapan daerah Condet sebagai cagar budaya, pada tahun 1975, Ali Sadikin kembali menetapkan Condet sebagai cagar buah. Kawasan condet pada masanya terkenal dengan buah salak dan duku. Tim Antropologi Fakultas Sastra yang sekarang berubah nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia mengadakan penelitian pada tahun 1980 yang menyebutkan bahwa daerah Condet sebelum abad ke 17 adalah kawasan pemukiman masyarakat yang berprofesi sebagai petani buah dan petani sawah.
Namun pada abad 17 ketika Belanda memasuki daerah Condet dan menguasai area sana, Condet juga diaku-aku sebagai tanah milik mereka. Hal ini diperparah dengan rakyat asli setempat harus membayar pajak yang jumlahnya tidak wajar. Jika tidak maka harta benda mereka akan dirampas dan terkena kerja paksa sebagai hukuman.
Pasca Indonesia merdeka area perkebunan di daerah Condet masih berkisar 300 hektar. Namun sejak jalan dibuat beraspal, aktivitas jual beli tanah dan urbanisasi semakin menggerus dan mengikis kawasan Condet sebagai cagar buah. Banyak masyarakat tergiur untuk menjual area perkebunannya. Hingga akhirnya daerah Condet semakin beralih fungsi sebagai kawasan perumahan.
Perkebunan buah di daerah Condet, Kecamatan Kramat Jati kini masih bertahan, namun berlokasi di tengah pemukiman padat penduduk. Area ini sekarang memilki luas yang tersisa sebanyak 3,7 hektar yang pemilik aslinya merupakan warga asli Condet, namun kini telah diserahterimakan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Kawasan ini tetap dijadikan kawasan pelestarian duku condet dan salak condet sebagai tanaman khas Betawi.
Selama 7 tahun cagar buah Condet ini sempat terbengkalai setelah diambil alih Pemprov DKI Jakarta. Lokasi cagar dibiarkan begitu saja tak terawat dan terjaga. Akhirnya warga Condet sempat mengurus kembali lokasi cagar tanpa bayaran sepeserpun. Hingga akhirnya tahun 2013, Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Jakarta Timur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali aktif mengurus cagar buah Condet dengan memperkerjakan beberapa pekerja harian.
Tahun 2016, komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semakin terlihat dengan membangun fasilitas kantor pengelola, rumah bibit, walking track, lampu penerang, juga bangku-bangku pengunjung. Hal ini dilakukan sebagai upaya daya tarik agar masyarakat mau mengunjungi salah satu warisan Betawi ini.
Pada tahun yang sama, juga diterbitkan SK Gubernur No.646 Tahun 2016 yang berisi Percepatan Cagar Budaya dan Buah-Buahan Asli Condet. Salak condet sebagai salah satu mascot kota Jakarta memiliki beragam rasa yang membedakannya dengan salak jenis lain. Aneka macam rasa tersebut dari manis, asam hingga sepat.
Tidak hanya duku dan salak, kawasan cagar buah condet ini memiliki beragam pohon lainnya seperti melinjo, rambutan, buni, lowa, menteng, gandaria, mangga, kopi, kapuk, cimpedak, kokosan, nangka, kelengkeng, belimbing, jambu, sawo, mahkota dewa, markisa dan durian. Puluhan jenis tanaman obat-obatan juga hadir disana. Seperti gondola, binahong, sirip tujuh, getah jarak, sugi, patikan kebo, miana, ketepeng, jahe merah, kelor dan pacar merah.
Condet dengan Nuansa Timur Tengah ala Betawi
Menurut penelitian dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (2010) yang berjudul “Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi: Dari Condet ke Srengseng Sawah” karya Rakhmat Hidayat, warga keturunan Arab atau Timur Tengah yang awalnya menetap di Pekojan, Jakarta Barat pindah ke daerah Condet.
Tidak hanya dari Pekojan, orang yang memiliki darah Timur Tengah dari daerah lain di Indonesia juga mulai mendatangi daerah Condet. Pada abad ke -19 imigran dari Hadramaut, Yaman Selatan juga mulai menetap di Condet. Sehingga area ini terkenal akan pemukiman yang dihuni keturunan Arab di area Jakarta Timur. Tak heran saat menelusuri wilayah condet serasa berada di Timur Tengah.
Warga condet keturunan Arab banyak mendirikan berbagai usaha bernuansa Timur Tengah. Dimulai dari toko minyak wangi, pakaian, agen haji dan umrah, rumah makan bahkan penyalur tenaga kerja. Negara tujuan para calon Tenaga Kerja Indonesia ini banyak negara Timur Tengah seperti Yaman, Yordania, Arab Saudi, dan juga beberapa negara tetangga seperti Brunei Darussalam dan Singapura.
Namun istilah kampung Arab untuk Condet kini kurang tepat. Warga Betawi di Condet menolak sebutan tersebut, karena masyarakat yang tinggal di sana memiliki latar belakang yang beragam dari China, Betawi dan lainnya. Julukan kampung Betawi lebih disukai oleh masyarakat Condet.
Pengaruh kedatangan dari Arab ini tidak hanya tentang bisnis, tapi juga penyebaran agama Islam. Salah satu tokoh yang mensyiarkan agama Islam ialah Habib Muchsin bin Muhammad Alatas yang berasal dari Mekkah. Beliau tidak datang seorang diri, tapi juga dengan beberapa Habib dari negeri Timur Tengah. Sehingga kegiatan keagamaan di wilayah ini cukup kental. Dimulai dari majelis-majelis pengajian hingga perayaan ritual keagamaan.
Festival Condet
Meskipun tanpa embel-embel cagar budaya Betawi, daerah Condet masih rutin menggelar Festival Condet untuk melestarikan kebudayaan Betawi. Festival ini telah diadakan sejak tahun 2016. Festival ini juga merupakan inisiasi dari warga Betawi Condet setempat yang berniat untuk melestarikan kebudayaan.
Tidak hanya penampilan khas Betawi seperti Lenong dan Ondel-Ondel, ada juga perlombaan adat Betawi, bahkan pengunjung juga dimanjakan dengan banyaknya penganan khas Betawi seperti soto Betawi, kerak telor, bir pletok, dan lainnya.
Jika Anda tertarik mengonsumsi soto Betawi namun di areamu sulit ditemukan, Anda dapat memesan bumbu soto Betawi di Cairo Food. Tidak hanya soto Betawi, namun juga banyak pilihan produk menu yang lain loh! Klik link ini untuk ragam produk lainnya.