Gizi buruk sering kali dikaitkan dengan kondisi balita dan anak yang dapat menganggu tumbuh kembang anak. Kondisi ini kerap kali menyerang anak-anak di negara miskin maupun negara berkembang. Fenomena gizi buruk terhadap anak bukan masalah sepele, karena dapat memutus rantai generasi selanjutnya.
Faktanya, gizi buruk tidak hanya sekedar kekurangan gizi, namun mencakup pula tentang kondisi sosial dan lingkungan dari tempat tinggal anak. Terkadang kebutuhan gizi anak tidak sejalan dengan asupan makanan yang didapatkan. Hal ini membuat pertumbuhan anak menjadi terhambat bahkan memicu gangguan kesehatan yang fatal.
Mengenal Kurang Gizi Dan Gizi Buruk
Sebenarnya secara medis, anak yang kurang gizi disebut juga sebagai malnutrisi. Dalam hal ini terdapat dua tingkatan anak yang disebut malnutrisi, yakni tahap gizi kurang dan tahap gizi buruk. Gizi kurang adalah dampak dari tidak terpenuhinya kebutuhan gizi seimbang anak dan sifatnya telah sudah berlangsung lama. Bahkan kondisi gizi kurang bisa dimulai dari anak masih berada dalam kandungan. Biasanya dampaknya akan terlihat ketika anak mendekati usia 2 tahun di mana tampilan fisiknya menjadi berbeda dengan anak seusianya.
Anak yang mengalami gizi kurang akan cenderung memiliki tubuh kurus hingga rusuknya kelihatan, sementara beberapa juga memicu perut buncit yang mengeras pada perut anak. Namun, akhir-akhir ini ditemukan juga bahwa anak yang kekurangan gizi dapat memiliki tubuh sangat gemuk dan pendek. Lebih lanjut, pertumbuhan fisik dan daya tangkap dari anak yang mengalami gizi kurang cenderung lambat, bahkan terkadang sulit untuk membaur dengan anak seusianya.
Ketika ibu menjalani kehamilan hingga anak berusia 2 tahun, inilah yang dinilai sebagai usia emas yang akan menentukan kehidupan anak di masa depan. Masa emas seorang anak yang kekurangan gizi akan rentan mengalami berbagai penyakit dan ketinggalan secara intelektual ketika ia sudah besar.
Secara umum, anak yang kekurangan gizi akan memiliki berat badan kurang, kurus, pendek, maupun tubuhnya kekurangan vitamin dan mineral. Di Indonesia, angka anak yang kurang gizi masih cukup banyak yakni berkisar 13,8% sehingga masalah ini masih sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah dan masyarakat swasta.
Selanjutnya, kategori kedua yaitu gizi buruk. Gizi buruk menempati angka sekitar 4% dari seluruh penduduk di Indonesia tahun 2018. Jika kurang gizi dibiarkan maka seorang anak akan mengalami kondisi yang disebut gizi buruk. Gizi buruk merupakan sebutan untuk anak yang benar-benar kekurangan nutrisi hingga mampu memicu berbagai gangguan kesehatan yang fatal.
Mayoritas seorang anak akan disebut memiliki gizi buruk jika tampilan fisiknya telah berubah karena tidak adanya asupan nutrisi dari luar. Beberapa kondisi gizi buruk anak bisa berupa tubuh yang sangat pendek, badan yang kurus maupun memiliki tubuh yang sangat gemuk dengan kulit kering.
Secara khusus tubuh anak yang pendek disebut stunting yang merupakan masalah gizi kronis. Ini terjadi akibat adanya penyakit sejak dalam kandungan atau ibunya memiliki gangguan kesehatan. Status gizi buruk tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan harus segera diatasi karena dapat menyebabkan kematian.
Gejala Gizi Buruk
Menurut Kementrian Kesehatan RI terdapat gejala gizi buruk yang umum terjadi pada anak-anak. Pada kategori pertama terdapat istilah Gizi Buruk Tanpa Komplikasi. Masalah ini ditandai dengan tubuh bayi yang sangat kurus, mengalami edema atau pembengkakan pada kedua punggung atau kaki.
Biasanya bayi ini memiliki indikator penilaian status gizi yakni berat badan dan tinggi badan kurang dari nilai 3 sesuai standar berat dan tinggi badan. Namun gizi buruk tanpa komplikasi tetap mempertahankan nafsu makan pada bayi dan anak sehingga masih mungkin untuk segera disembuhkan.
Selanjutnya, gejala gizi buruk bisa diamati dari jenis Gizi Buruk Dengan Komplikasi. Gizi buruk dengan komplikasi membuat anak bertubuh sangat kurus, memiliki pembengkakan pada seluruh tubuh dan mengalami masalah organ gerak. Selain itu, gizi buruk ini akan memicu komplikasi medis yang berbahaya bagi kesehatan di antaranya anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi, demam tinggi, hingga penurunan kesadaran.
Penyebab Gizi Buruk
Beberapa penyebab gizi buruk cukup kompleks dan biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
- Kondisi kesehatan yang menyebabkan kehilangan nafsu makan, muntah, sakit, diare akut, penyakit hati, kanker, dan gangguan pernapasan sehingga anak tidak bisa menyerap nutrisi dengan optimal.
- Gangguan mental anak yang merupakan penyakit bawaan maupun karena tekanan dari lingkungan sehingga mempengaruhi keinginan untuk makan.
- Kondisi anak yang tidak mampu menyerap dan mencerna makanan karena gangguan fisik (misalnya anak tidak mampu menghisap ASI).
- Kondisi ekonomi yang kekurangan, sehingga anak tidak memperoleh makanan yang bergizi untuk menunjang pertumbuhannya.
Jenis (Kategori) Gizi Buruk
Terdapat beberapa kategori yang membuat seorang anak dinyatakan mengalami gizi buruk berdasarkan jenis gizi buruk yang dialaminya.
Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah gizi buruk yang disebabkan karena kekurangan protein atau kurangnya makanan yang mengandung protein hewani. Kwashiorkor biasa terjadi pada masyarakat dengan ekonomi tidak stabil. Gejala yang dialami penderita kwashiorkor utamanya perut buncit dan pembengkakan pada kedua punggung kaki, tangan, hingga seluruh tubuh. Selain itu, terjadi perubahan warna dan tekstur rambut menjadi rambut mengeras dan mudah rontok.
Sementara kulit juga akan mengalami bercak merah muda atau coklat kehitaman yang bisa meluas dan terkelupas (crazy pafement dermatosis). Sedangkan dari segi mental juga cenderung menjadi lebih rewel dan banyak menangis. Jika anak dengan gizi buruk kwashiorkor dibiarkan, maka anak akan tumbuh dengan sifat apatis atau mudah pingsan.
Marasmus
Marasmus adalah kondisi gizi buruk akibat tidak terpenuhinya asupan energi harian. Energi dibutuhkan untuk metabolisme serta mendukung semua fungsi organ, sel, dan jaringan tubuh. Sebenarnya semua usia dapat mengalami kondisi marasmus, namun lebih sering berdampak pada anak-anak yang tinggal di negara berkembang.
Menurut data UNICEF, marasmus adalah salah satu penyebab terbesar kematian anak-anak di bawah usia 5 tahun. Seorang anak yang menderita marasmus biasanya memiliki wajah yang terlihat tua dibandingkan usianya, tulang pipi dan dagu menonjol, serta kulit dan lemak di bawah kulit sangat sedikit sehingga berperawakan kurus. Biasanya marasmus sering disertai infeksi seperti diare berulang dan TBC.
Marasmik-kwashiorkor
Marasmik-kwashiorkor adalah gizi buruk anak yang menggabungkan kondisi dari marasmus dan kwashiorkor. Seseorang yang mengalami gejala ini memiliki tubuh sangat kurus, terutama di bagian tubuh tertentu seperti dada. Bahkan sekilas tulang langsung menonjol pada kulit seolah tidak memiliki daging sama sekali.
Sementara secara bersamaan terdapat penumpukan cairan di beberapa bagian tubuh. Akan tetapi, perut buncit pada anak marasmik-kwashiorkor tidak sebesar yang dialami kwashiorkor. Biasanya berat badan anak yang menderita marasmik-kwashiorkor berada di bawah 60% dari berat badan normal usia terkait. Semua gejala ini menyebabkan pertumbuhan anak dari segi IQ dan EQ menjadi sangat rendah.
Dampak Dan Penanganan Gizi Buruk
Anak-anak yang mengalami gizi buruk berpotensi menderita gangguan kesehatan jangka panjang seperti gangguan kesehatan mental dan emosional. Misalnya hiperaktif, mudah depresi, dan sulit beradaptasi pada lingkungan. Dampak lainnya adalah tampilan fisik anak yang tidak tumbuh optimal serta rentan mengalami infeksi, terutama gangguan pencernaan. Hal ini dikarenakan anak yang memiliki gizi buruk tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik dikarenakan vitamin dan mineral tidak terpenuhi dengan baik.
Dikarenakan gizi buruk dapat berdampak pada pertumbuhan dan keselamatan anak, maka penanganan terhadap masalah ini perlu mendapat perhatian pemerintah. Misalnya di Indonesia, penanganan gizi buruk disampaikan oleh Kementerian Kesehatan melalui agenda Tata Laksana Gizi Buruk yakni terdiri dari tiga fase.
Pertama, fase stabilisasi yaitu tahapan untuk memulihkan fungsi organ tubuh dan sistem pencernaan anak yakni sekitar 1-2 hari. Dalam fase ini anak diberikan formula khusus yang dikenal dengan istilah F 75 yakni berisi susu skim bubuk, gula pasir, minyak goreng, larutan elektrolit, dan tambahan air sesuai dosis yang ditentukan. F 75 mencakup pemberian susu formula sedikit tapi sering, pemberian susu formula setiap hari, serta pemberian ASI dilakukan setelah anak mendapatkan formula khusus.
Kedua, fase transisi yaitu masa perubahan pemberian makanan agar tidak menimbulkan masalah pada kondisi anak. Fase transisi berlangsung selama 3-7 hari dengan pemberian susu formula khusus berupa F 100. F 100 memiliki komposisi yang sama dengan F 75, namun dengan takaran masing-masing bahan yang berbeda. Pemberian formula khusus pada fase transisi dilakukan lebih sering yakni setiap 4 jam sekali, namun tetap menggunakan jumlah volume susu yang sama dengan F 75.
Ketiga, fase rehabilitasi yaitu tahap pemberian nutrisi tambahan ketika dua fase sebelumnya telah tercapai dan kondisi anak dalam keadaan sehat. Fase rehabilitasi hanya dapat dilakukan ketika nafsu anak sudah kembali normal dan tidak mengalami efek samping setelah makan. Fase rehabilitasi berlangsung selama 2-4 minggu dengan rutin memberikan menu makanan anak yang bertekstur padat, sembari perlahan mengurangi pemberian F 100.
Tidak bisa dipungkiri bahwa gizi buruk telah menjadi masalah universal di seluruh dunia. Penanganan gizi buruk tidak dapat dilakukan satu arah saja, namun membutuhkan kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat secara langsung. Dikarenakan gizi buruk dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka penanganannya cenderung dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan jenis gizi buruk yang dialami anak itu sendiri.