Mendeteksi & Mencegah Kontaminasi Mikotoksin Pada Rempah

Daftar Isi

Bahan pangan secara alami aman untuk dikonsumsi. Namun bukan rahasia lagi jika produk pertanian, termasuk rempah rentan terhadap kontaminasi bakteri, virus, jamur, dan zat-zat kimia pertanian. Sebagian kontaminasi bisa dibasmi dan dibersihkan dengan mudah, namun sebagian lain justru akan melekat hingga makanan dimasak, termasuk mikotoksin dan pestisida. Mungkin pestisida sudah umum dikenal sebagai bahan kimia pertanian yang berbahaya karena bisa menyebabkan keracunan dan dampak kesehatan jangka panjang.

Sementara itu, jika berbicara mengenai apa itu mikotoksin mungkin sebagian orang kurang familiar terkait hal ini. Mikotoksin rentan menyerang tumbuhan rempah-rempah yang tumbuh pada wilayah dengan iklim lembab dan tidak menentu. Iklim bisa menjadi sumber perkembangan mikroba pada tanaman, terutama jamur penyebab mikotoksin. Tak hanya itu, tanaman juga rentan ditumbuhi jamur ketika proses pengeringan dan penyimpanan rempah yang salah. Kombinasi antara iklim dan proses produksi rentan terjadi di negara iklim tropis, termasuk di Indonesia. Hal ini berarti mikotoksin juga rentan mengkontaminasi bahan pangan di negara ini.

Tentang Mikotoksin

Mikotoksin adalah istilah untuk menyebut bahan kimia beracun (toksin) yang dihasilkan dari jamur (cendawan). Oleh sebabnya mikotoksin adalah racun alami yang bisa terdapat pada produk pertanian jenis apapun dan dimanapun itu. Mikotoksin sama berbahayanya dengan pestisida, karena dapat menyebabkan penyakit pada manusia bahkan hewan sebagai dampak jangka panjang.

Kontaminasi mikotoksin termasuk kontaminasi kimia yang umum terjadi pada proses produksi produk pertanian. Mikotoksin berasal dari kata mykes yang artinya jamur dan toxini yang bermakna racun. Secara sederhana mikotoksin adalah bahan kimia beracun dari beberapa jenis jamur. Jika dikonsumsi manusia, produk dengan kontaminasi mikotoksin akan menumpuk dan menjadi racun yang siap merusak organ tubuh dalam jangka panjang.

Lebih lanjut, terdapat dua jenis mikotoksin yang paling berbahaya dan harus mendapat perhatian utama. Dua jenis tersebut aflatoksin dan okratoksin. Aflatoksin disebut sebagai mikotoksin yang paling berdampak negatif hingga membawa penyakit akut dan kronis pada setiap organ tubuh manusia. Meski tak seberbahaya dengan jenis pertama, okratoksin yang kerap menyerang tanaman serelia dan rempah-rempah ini, juga bisa berdampak pada kerusakan organ hati. Selain aflatoksin dan okratoksin, simak penjelasan lebih lengkap terkait jenis-jenis mikotoksin yang perlu anda ketahui :

Aflatoksin

Aflatoksin adalah jenis mikotoksin yang memiliki toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Biasanya aflatoksin ditemukan pada jagung, kacang, sorghum, gandum dan beras. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa rempah-rempah juga bisa terkena racun berbahaya ini. Menurut panduan BPOM tahun 2018, batas cemaran aflatoksin pada rempah yang masih bisa dikonsumsi yaitu 20 µ per kilogram.

Aflatoksin ini bisa dihasilkan dari jamur Aspergillus flavusA. parasiticus dan A. nomius. Jamur dari genus Aspergillus ini biasanya tumbuh di tanah, seresah tanaman yang membusuk, jerami maupun butir serealia. Toksin jenis aflatoksin memiliki senyawa yang stabil dan tahan selama proses memasak makanan, sehingga sangat mungkin dikonsumsi tanpa disadari. Umumnya aflatoksin bisa ditemukan di daerah dengan iklim panas dan lembab yaitu suhu 27-40 derajat celsius dan kelembapan 85%.

[the_ad id=”75200″]

Okratoksin

Okratoksin adalah jenis mikotoksin dari beberapa spesies Aspergillus (Aspergillus ochraceusA. carbonarius dan A. niger) serta sebagian spesies Penicillium, khususnya Penicillium verrucosum. Okratoksin memiliki turunan yakni okratoksin A, B dan C. Jenis okratoksin yang paling sering ditemukan adalah okratoksin A. Toksin yang satu ini bersifat racun pada organ hati.

Okratoksin masuk ke sel tubuh melalui transporter yang akan berubah bentuk menjadi beberapa molekul. Molekul baru ini akan berikatan dengan DNA, dan menimbulkan banyak dampak negatif. Okratoksin bisa menyebabkan mutasi gen, kerusakan DNA, memicu kanker (khususnya kanker saluran urin), mengganggu proses metabolisme, gangguan ginjal, menurunkan nafsu makan, depresi, dan gangguan pada kesehatan otak (termasuk memperbesar peluang terkena parkinson).

 

Deoksinivalenol dan Nivalenol

Dua jenis mikotoksin ini berasal dari jenis jamur seperti Fusarium, Myrothecium, Trichoderma, Trichothecium, Cephalosporium, Verticimonosporium dan Stachybotyrys. Paparan dari pangan yang mengandung deoksinivalenol dan nivalenol dapat menyebabkan mual, muntah, pendarahan dan dermatitis hingga leukopenia. Deoksinivalenol dan nivalenol dapat mengontaminasi produk serealia yang merupakan bahan makanan pokok.

Zearalenone

Zearalenone merupakan mikotoksin dari spesies jamur genus Fusarium. Jamur utama yang memproduksi zearalenone yaitu Fusarium graminearum. Paparan zearalenone bisa berpengaruh negatif pada beberapa hewan dan manusia. Secara khusus pada manusia mikotoksin ini dapat mengganggu kesehatan sistem reproduksi.

Fumonisin

Fumonisin termasuk mikotoksin yang diproduksi oleh jamur yang sama dengan zearalenone genus Fusarium, yakni spesies Fusarium verticilliodes, F. proliferatum, F. anthophilum dan F. nygamai. Fumonisis bersifat karsinogenik atau memicu kanker pada manusia. Jamur yang memproduksi fumonisin biasanya ditemukan saat komoditas masih di tanam pada lahan.

Mendeteksi Kontaminasi Mikotoksin

Sebenarnya BPOM telah mengatur setiap bahan pangan yang dianggap aman untuk dikonsumsi dengan jumlah maksimal mikotoksin di dalamnya. Jika mengikuti panduan tersebut harusnya semua rempah yang beredar aman dikonsumsi. Akan tetapi batas kontaminasi mikotoksin seringkali hanya diterapkan oleh pada ekportir rempah dan produk pertanian yang memang dijual secara global. Alhasil, rempah yang terkontaminasi mikotoksin masih beredar di Indonesia, baik di pasar tradisional maupun supermarket.

Jamur pada mikotoksin sebagian besar tidak bisa dideteksi dengan kasat mata. Hanya dampaknya berupa perubahan warna dan bentuk pada rempah yang kadang bisa dilihat. Oleh karenanya ada yang disebut tes mikotoksin. Ini adalah tahap pengujian mikotoksin untuk mendeteksi adanya metabolit mikotoksin berbahaya yang disebabkan oleh jamur atau jamur di dalam tubuh atau di lingkungan pertanian. Mikotoksin dapat dideteksi menggunakan urin atau sampel debu rumah menggunakan salah satu alat uji mikotoksin khusus.

Metode yang paling umum digunakan untuk analisis mikotoksin adalah sistem kromatografi yang digabungkan dengan sistem deteksi yang sangat sensitif seperti Liquid Chromatography (LC) atau kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) yang digabungkan dengan fluoresensi (FL), ultraviolet (UV), atau spektrometri massa (MS) atau detektor. Sementara jika anda di rumah dapat mendeteksi rempah yang terkontaminasi mikotoksin menggunakan AflaCheck. Ini adalah kit uji satu langkah kualitatif untuk mendeteksi aflatoksin. AflaCheck menggunakan reaksi yang sangat spesifik antara antibodi dan aflatoksin untuk mendeteksi aflatoksin dalam berbagai sampel rempah.

Mencegah Kontaminasi Mikotoksin

Mencegah adalah cara terbaik untuk meminimalisir kontaminasi dari mikotoksin pada rempah maupun produk pangan. Dalam tahap pencegahan kita harus tahu bahwa faktor-faktor penyebab dari kontaminasi mikotoksin antara lain genetik tumbuhan, serta penanganan sebelum dan setelah panen. Proses produksi yang mendorong lebih banyak kontaminasi jelas disebabkan tidak adanya bersihan selama pengeringan, transportasi, dan penyimpanan dari bahan baku atau produk. Inilah yang mmemicu tumbuhnya jamur dan meninggalkan mikotoksin.

Terdapat 3 jenis pencegahan yang dapat dilakukan untuk meminimalisir rempah kontaminasi yang terkena mikotoksin. Pertama, adalah pencegahan primer yang ditujukan sebagai tahap awal agar benih dapat tumbuh dan pada lahan tidak terkena jamur penyebab mikotoksin. Biasanya hal ini dimulai dari pemilihan varietas atau benih rempah yang bagus dan resisten terhadap jamur penyebab mikotoksin. Kemudian perlu untuk mengendalikan infeksi jamur di lahan dengan jeli memperhatikan atau memeriksa tanaman yang mungkin terkontaminasi, bahkan menggunakan fungisida yang aman dan legal.

Selain itu, penting juga untuk membuat jadwal pra-panen, panen dan pasca panen yang sesuai. Pada tahap pencegahan primer cara panen juga menjadi suatu hal penting. Pastikan alat dan wadah yang digunakan untuk panen sudah higienis. Kemudian rempah-rempah biasanya akan langsung dikeringkan dengan dijemur langsung di bawah matahari. Penggunaan alas pengeringan sangat dianjurkan untuk meminimalisir adanya kontaminasi mikroba dari tanah dan terserapnya kandungan air tanah oleh bahan rempah. Ini diyakini dapat menyebabkan pembusukan dan berakhir pada tumbuhnya jamur.

Sementara, masih dalam tahapan primer maka produk yang tidak habis terjual harus  disimpan di gudang penyimpanan yang benar. Bisa untuk dijadikan bibit atau untuk dijual di lain hari. Penyimpanan dalam gudang  yang cocok untuk rempah-rempah yaitu atap bertutup, beralas lantai, serta ventilasi udara yang cukup untuk pertukaran udara di dalam gudang. Sementara, untuk rempah sejenis bawang merah bisa disimpan dengan diikat dan digantung di langit-langit gudang, sedangkan kunyit dan sejenisnya bisa diletakkan langsung pada lantai bersih. Untuk penyimpanan rempah sejenis lada, maka perlu dibungkus dengan karung plastik dan disimpan di gudang yang tidak terlalu lembab.

Tahap kedua terdapat pencegahan sekunder untuk menghambat atau mematikan jamur yang sudah terlanjur tumbuh pada tanaman rempah. Biasanya penanganannya dengan menghentikan pertumbuhan jamur yaitu mengeringkan produk kembali, membuang benih yang terkontaminasi, inaktivasi atau detoksifikasi produk yang terkontaminasi, serta melindungi produk dengan menyimpan pada lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan jamur.

Sebagai upaya untuk mencegah resiko paparan mikotoksin, maka anda harus tahu bahwa mikotoksin pada rempah-rempah yang fatal akan menyebabkan perubahan warna dan bau dari bahan rempah. Kemudian, perhatikan pula cara mengemas produk rempah ketika didistribusikan. Secara konvensional kebanyakan rempah diangkut menggunakan jaring plastik dan karung, dan diangkut dengan truk bak terbuka yang kadang kebersihannya tidak terjaga. Selain itu, kelembapan udara dari proses pasca panen seperti ini sering mempengaruhi produksi aflatoksin. Oleh sebabnya proses distribusi pun menjadi hal krusial untuk mencegah kontaminasi toksin ini.

Sementara itu, pencegahan tersier juga perlu dilakukan untuk mencegah jamur yang sudah menginfeksi produk, agar tidak menginfeksi produk di sekitarnya. Pada dasarnya jamur termasuk mikroba yang mudah menyebar. Oleh sebab itu, ketika satu produk yang terkontaminasi dan produk yang masih bersih disatukan, maka penyebaran jamur penyebab mikotoksin sangat mudah terjadi. Penting untuk membuat seluruh produk yang sudah terkontaminasi agar dibuat serta membersihkan wadah atau pembungkus yang digunakan. Detoksifikasi mikotoksin hingga level paling minim bisa dilakukan jika jamur belum terlalu menyebar.

Keberadaan mikotoksin sangat merugikan petani dan konsumen. Petani mungkin akan merugi karena kehilangan sebagian produk akibat tidak layak dijual, terutama untuk produk rempah ekspor. Namun konsumen juga dirugikan dari segi kesehatan apalgi jika mengonsumsi rempah-rempah yang terkontaminasi mikotoksin. Oleh sebabnya, sebagai konsumen solusinya adalah membeli produk rempah dari produsen terpercaya yang produknya sudah mapan. Cairo Food menyediakan ratusan bumbu dan rempah yang berkualitas baik, tidak terkena kontaminasi, halal dan tidak mengandung bahan tambahan lainnya.

[the_ad id=”75410″]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *