Cendol adalah jenis minuman yang terbuat dari tepung beras atau tepung ketan kemudian dicampurkan dengan tepung tapioka dan tepung kacang hijau. Warna cendol adalah hijau karena biasanya menggunakan sari daun pandan. Cendol cukup terkenal di negara Asia Tenggara terutama ketika cendol Singapura masuk ke dalam daftar dessert terbaik di dunia tahun 2021 versi CNN. Namun cendol juga ada di Indonesia dan Malaysia. Lalu, dari manakah asal cendol sebenarnya? Yuk simak sejarah dan faktanya sebagai berikut.
Sejarah Cendol
Sejarah cendol tidak memiliki bukti sejarah yang pasti, terutama karena minuman manis ini tersebar luas di kawasan Asia Tenggara. Namun kebanyakan pendapat setuju bahwa cendol berasal dari Jawa, Indonesia yang dahulu dikenal sebagai dawet. Kata “dawet” tercatat dalam naskah Jawa awal abad ke-19 tepatnya tahun 1814 dalam buku Serat Centhini. Ini merupakan buku yang disusun 1814 hingga tahun 1823 di Surakarta, Jawa Tengah. Pendapat lain mengatakan bahwa cendol atau dawet pernah dicatat dalam Kakawin Kresnayana yang ditulis oleh Mpu Triguna dari kerajaan Kediri pada abad ke-14.
Secara umum dawet mengacu pada cendol hijau yang terbuat dari aren sagu atau tepung beras yang kemudian dicampurkan dengan santan dan gula jawa cair. Sementara itu, sebagian besar berpendapat bahwa sagu atau tepung beras mungkin telah digunakan sebagai bahan minuman manis pada masyarakat Jawa kuno. Ini juga dipertegas dengan pendapat dari masyarakat Jawa Tengah yang memproduksi dawet secara tradisional dan menjadi produk pertanian pedesaan. Di Banjarnegara, Jawa Tengah, dawet sejak dulu sudah disajikan sebagai minuman khas namun tidak menggunakan es, seperti yang dapat kita lihat saat ini.
Di dalam tradisi Jawa, dawet atau cendol adalah bagian dari sajian pada upacara pernikahan adat Jawa. Ada upacara yang disebut Midodareni yang melakukan “dodol dawet” atau dalam bahasa Indonesia secara harfiah diartikan “jualan cendol”. Adat ini dilakukan sehari sebelum hari pernikahan. Dalam prosesi pernikahan, setelah memandikan pengantin, orang tua akan melakukan dodol dawet kepada tamu dan kerabat yang hadir. Tamu membayar dawet menggunakan koin tertentu, yang berasal dari pengantin wanita sebagai simbol pendapatan dari keluarga pihak wanita.
Tradisi tersebut memiliki makna bahwa orang tua kedua mempelai berharap pernikahan yang akan dilaksanakan pada hari esok akan dihadiri oleh banyak tamu. Harapannya tamu yang datang sebanyak jeli cendol yang berhasil dijual. Tak hanya terikat dengan tradisi pernikahan, sejak masa Hindia Belanda, masyarakat Jawa mulai menjajalkan jualannya yaitu dawet dengan menggunakan keranjang yang dipukul dengan tongkat. Cendol ini sudah disajikan dengan es terutama setelah masuknya teknologi kapal dengan mesin pendingin yang menyediakan es yang dibutuhkan.
Bagaimanpun cendol telah tersebar di berbagai negara saat ini. Di Indonesia cendol secara sederhana merujuk pada jeli pandan hijau yang disajikan dalam kuah santan. Sementara cendol di Malaysia dan Singapura lebih dimodifikasi dengan menggunakan kacang merah manis, jagung manis, serta dimakan bersama dengan es campur.
Sementara itu, tampaknya minuman cendol di Indonesia lebih memiliki apresiasi dari pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesi. Ini dibuktikan dengan pengakuan atas lima tradisi pembuatan cendol sebagai warisan budaya yang sebagian besar berada di pulau Jawa. Lima daftar ini diantaranya dawet original, dawet camcau, dan dawet sambel yang berasal dari Yogyakarta. Sementara es cendol diakui tahun 2016 sebagai minuman khas Jawa Barat. Sedangkan di tahun 2020 cendol juga terdaftar sebagai minuman dari Kepulauan Riau.
Di posisi lain, ada juga sejarah dari sudut pandang masyarakat Malaysia. Kata “chendol” pertama kali disebutkan pada tahun 1932 yang tersedia di Kuala Lumpur. Kata ini tercatat dalam Proyek Konkordansi Melayu yaitu kumpuan tulisan-tulisan tentang sejarah Melayu. Beberapa berpendapat bahwa kata chendol dikaitkan dengan kata “jendol” yang mengacu pada jeli tepung beras seperti cacing hijau yang kegemukan. Sementara dalam bahasa Jawa, Sunda, dan Melayu, jendol artinya benjolan, tonjolan atau bengkak yang menggambarkan bentuk jeli cendol yang berisi. Saat ini, cendol di Malaysia biasa disajikan dengan potongan dadu dari nangka dan kacang merah.
Variasi Cendol
Cendol mungkin secara umum memberikan kesan sebagai minuman penutup yang berisi jeli hijau nan manis. Namun jenis ini hanya populer di Indonesia. Sementara banyak varian cendol lain yang berasal dari Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam, dan Myanmar. Tidak hanya jeli hijau terdapat tambahan topping seperti nangka, kacang merah, bahkan durian.
Es Cendol Ayu
Es cendol ayu mungkin lebih populer dengan nama dawet ayu yang terinspirasi dari lagu tahun 80-an berjudul “Dawet Ayu Banjarnegara”. Namun ada pula yang mengatakan bahwa istri penjual dari dawet ini berwajah ayu dalam bahasa Jawa, yang artinya cantik. Varian dawet ayu ini merupakan jenis dawet yang paling populer di Indonesia. Es dawet ini terbuat dari tepung beras yang berwarna hijau dari air daun suji. Ini disajikan dengan gula merah cair, santan cair, potongan nangka dan es batu. Ciri khas pedagang dawet ayu Banjarnegara adalah terdapat dua tokoh wayang di gerobak jualannya, Semar dan Gareng.
Es Dawet Ireng
Sesuai namanya cendol ini diartikan sebagai es cendol hitam. Konotasi hitam mengacu pada butir dawet atau cendol yang berwarna hitam pekat. Warna hitam ini dihasilkan dari pewarna alami yaitu abu merang atau jerami yang dicampur air. Kebanyakan cendol terbuat dari tepung beras, namun es dawet ireng menggunakan tepung sagu aren. Meskipun bahan dasar yang digunakan maupun penggunaan warna alami berbeda dengan es dawet lainnya, namun penyajian es dawet ireng mirip dengan es dawet yang paling sering ditemukan di Indonesia. Ini disajikan dalam sebuah satu gelas kaca ukuran besar.
Es Dawet Sambal
Es dawet sambal berasal dari Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta. Dawet sambal bahan dasarnya memang persis sama dengan dawet pada umumnya. Cendol dibuat dari tepung beras, kemudian dicampur santan dan gula merah. Namun tambahan topping selanjutnya yang membuat varian es dawet ini unik. Minuman ini menggunakan sambal pecel yang dipadukan dengan kecambah, irisan tahu, bawang goreng serta es batu. Rasanya mungkin tidak seaneh yang anda bayangkan, karena sajian yang biasa dijual di pagi hari ini seperti rasa tahu campur khas Magelang.
Es Dawet Telasih
Telasih merupakan sebutan untuk biji selasi yang digunakan oleh masyarakat Solo. Es dawet ini secara tradisional banyak dijumpai di kawasan Pasar Gede, Kota Solo. Es dawet atau cendol ini menggunakan isian dawet hijau, tape ketan, bubur sumsum, dan biji selasih. Selain itu, yang membedakan es dawet telasi dan es dawet lainnya yaitu es dawet telasi menggunakan sirup gula pasir alih-alih menggunakan siraman gula merah cair. Kesegaran es dawet telasi dapat anda nikmati hanya dengan merogoh kocek sebesar 8.000 rupiah.
Es Dawet Jepara
Sama seperti namanya es dawet ini berasal dari Jepara. Ini merupakan salah satu varian terpopuler dari generasi tua es dawet. Cendol yang dibuat menggunakan tepung sagu aren ini memiliki tekstur yang sangat halus dan sedikit kenyal. Secara penyajian es dawet Jepara mirip dengan dawet ayu banjarnegara, namun memiliki topping tambahan yang lebih banyak antara lain alpukat, durian, sari kelapa, serta nangka. Karena isian yang lebih banyak maka tak heran varian ini lebih kaya rasa dan kental dibandingkan dawet lainnya.
Es Dawet Grandul Ketan
Es dawet yang berasal dari kota Blitar ini menawarkan cita rasa yang manis legit. Es dawet grandul ketan biasanya dinikmati pada siang hari ketika cuaca sangat panas. Penyajiannya cukup unik karena menggunakan “grandul” sesuai dengan namanya, yang diartikan sebagai candil. Candil adalah topping berbentuk bulir mirip kelereng yang kenyal dan umumnya berwarna kuning. Selain menambahkan grandul, es dawet ini juga ditambahkan dengan bubur ketan hitam. Sehingga tidak hanya menghilangkan rasa haus, namun dapat menjadi minuman yang mengenyangkan.
Cendol Malaysia
Hal utama yang membedakan cendol Malaysia dan cendol Indonesia yaitu cara penyajiannya. Cendol Malaysia disajikan di dalam mangkok aluminium bukan di gelas seperti kebanyakan cendol di pasar Indonesia. Dalam satu mangkok, terdapat es yang diserut sampai menggunung, kemudian diberi topping cendol dan kacang merah yang sudah dimasak dengan gula. Sentuhan terakhir sajian ini disiram santan dan gula merah yang berwarna coklat gelap. Tekstur cendol Malaysia lebih tipis dan mudah digigit dibandingkan cendol di Indonesia yang kenyal. Minuman ini mudah ditemukan di Malaysia khususnya di daerah Melaka.
Cendol Singapura
Cendol Singapura sangat mirip dengan cendol malaysia, namun isian cendolnya lebih beragam. Minuman ini juga disajikan di dalam mangkok dengan tambahan topping jagung manis, mutiara sagu, cincau hitam, buah durian, buah longan atau leci cina, dan es krim. Cendol Singapura cenderung lebih mirip seperti jeli yang berwarna hijau tanpa aroma pandan.
Cendol Vietnam
Cendol di Vietnam memiliki nama lokal che banh lot. Cendol ini sama seperti di Indonesia yaitu disajikan di dalam wadah gelas bukan mangkok. Cendol di Vietnam disajikan dari lapisan paling bawah gelas, dimulai dari kacang merah yang sudah dimasak dengan gula, lalu memasukkan cendol, baru ditambahkan santan dan terakhir disirami dengan gula merah. Gula merah pada cendol Vietnam warnanya lebih pucat seperti coklat muda, tidak seperti gula merah pada cendol Malaysia yang pekat. Rasa manisnya didapatkan dari kacang merah dan gula merah yang sudah dicairkan.
Cendol Thailand
Cendol Thailand lebih dikenal dengan nama lot chong yang disajikan dalam mangkok ukuran sedang. Cendol Thailand tidak memiliki topping tambahan, biasanya cendol hanya berisikan jeli cendol yang berukuran panjang kemudian disirami santan kelapa. Penggunaan gula merah tidak menjadi kewajiban karena beberapa cendol hanya menggunakan gula biasa untuk memberikan rasa manis sementara sebagian lagi menggunakan gula merah namun dalam porsi yang sedikit. Oleh sebabnya cendol Thailand cenderung berwarna pucat. Jumlah isian cendol dalam mangkok cukup banyak, sehingga dibandingkan menyebut lot chong sebagai minuman, lebih cocok untuk dikatakan sebagai makanan pencuci mulut.
Cendol Myanmar
Cendol di Myanmar juga menjadi minuman yang mudah ditemukan dan banyak disukai oleh masyarakat lokal. Cendol ini dinamakan Shwe Yin Aye. Bedanya dengan cendol Indonesia adalah tidak adanya gula merah yang digunakan. Isian Shwe Yin Aye cukup beragam, diantaranya mutiara sagu yang sudah direbus, cendol, bubur sumsum, ketan, potongan roti, santan dan es batu. Meskipun tidak menggunakan gula merah, namun kuah santan pada varian cendol ini sudah terasa manis. Biasanya cendol Myanmar dijual dengan harga 3.500 rupiah per mangkok dan dijual oleh pedagang kaki lima.
Terlepas darimana asal usul dan sejarah cendol ini, nyatanya minuman ini telah menjadi idola bagi banyak negara di Asia Tenggara. Rasanya yang segar dan manis memang cocok dijadikan pelepas dahaga disaat cuaca panas atau di sore hari. Selain itu harganya yang tergolong murah menjadikan peminat cendol tidak pernah ragu untuk membeli minuman ini.