Tren Makanan Masa Depan; Serangga Hingga Daging Palsu

Manusia adalah makhluk omnivora secara biologis, yang artinya dapat mengkonsumsi makanan jenis apapun, mulai dari daging hingga tumbuhan. Seiring meningkatnya jumlah populasi di dunia, kebutuhan akan pangan pun akan turut meningkat. Seperti yang dilaporkan oleh CSIRO, Australia, permintaan pangan diperkirakan akan terus meningkat sebesar 14% per dekade, yang artinya, jumlah pangan yang harus diproduksi akan mencapai hampir dua kali lipat dari laju saat ini untuk mengimbanginya.

Oleh karena itu, para ilmuwan terus mengembangkan cara untuk mengimbangi antara populasi manusia di bumi dan jumlah pangan yang terus melonjak agar kehidupan dapat tetap berlangsung selama beberapa tahun ke depan. Sistem pangan yang ada saat ini tidak berkelanjutan untuk bumi, dan tidak berkelanjutan untuk kesehatan seluruh populasi.

Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan demi menjaga keberlangsungan hidup, dan tentunya tetap dapat mengkonsumsi makanan dengan sumber nutrisi yang baik bagi tubuh, dan juga akan lebih ramah terhadap lingkungan, sehingga antara populasi manusia dan kebutuhan pangan pun juga akan turut seimbang.

Apapun Bumbunya Tidak Pakai Pewarna

Beberapa tren makanan saat ini mungkin masih mengolah makanan biasa, tetapi dalam beberapa tahun ke depan, tren makanan bisa saja berubah, seperti mengkonsumsi serangga atau daging palsu. Meski tampak mengejutkan, hal itu akan tetap dilakukan untuk menjaga kehidupan di bumi.

Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai tren makanan masa depan yang menggunakan serangga atau daging palsu, penting untuk diketahui bahwa hal tersebut dapat terjadi sudah pasti dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Simak penjelasan di bawah ini.

Penyebab Terjadinya Perubahan Sistem Pangan

Hewan Ternak

Manusia seringkali mengkonsumsi daging, dan itu bukanlah hal yang dapat dipungkiri. Beberapa jenis daging, terutama daging ternak pada faktanya dapat mengeluarkan banyak metana, yang mana juga akan berdampak pada lingkungan. Selain sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan daging, ada juga kekhawatiran tentang emisi dari hewan ternak, khususnya sapi. Sapi diketahui mengeluarkan banyak metana, meskipun terdapat pajak untuk daging sapi, namun hal tersebut tidak akan mengurangi emisi.

Dampak yang tak dapat dihindari lainnya adalah hewan ternak, khususnya sapi, dianggap akan lebih memberikan pengaruh yang besar terhadap lingkungan daripada ayam. Hal ini disebabkan daging sapi mengeluarkan banyak emisi dan jumlah biji-bijian yang dibutuhkan per kilogram daging yang diproduksi.

Dampak yang ditimbulkan akibat terlalu sering mengkonsumsi daging sapi membuat masyarakat luas menyadari bahwa lingkungan harus dijaga jika menginginkan kehidupan yang sehat, sehingga lambat laun manusia mulai mengurungkan niat untuk mengkonsumsi daging. Selain itu, beberapa konsumen berpikir bahwa beternak hewan untuk konsumsi manusia tidak etis, dan memilih untuk berhenti makan daging sama sekali. Bahkan tanpa mempedulikan faktor-faktor lain, ada juga kecenderungan peningkatan variasi dan pilihan.

Banyaknya Anak-anak Kurang Gizi

Menurut data dari UNICEF, dua dari tiga anak dengan rentang usia enam hingga dua puluh empat bulan, tidak mendapatkan makanan yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang, maka hal ini berdampak pada kurangnya asupan gizi yang diterima. Tak hanya itu, makanan bergizi yang diproduksi untuk sampai ke tangan konsumen umumnya melalui banyak proses, sehingga makanan yang bergizi – yang seharusnya menjadi kebutuhan penting bagi anak-anak, dijual dengan harga yang tinggi, dan inilah yang menjadi salah satu faktor akan terjadinya perubahan sistem pangan.

Perubahan Iklim dan Krisis Lingkungan

Perubahan iklim serta krisis lingkungan membuat beberapa tanaman sulit tumbuh, dan ini berakibat pada sistem pangan yang rapuh. Lambat laun, anak-anak tida bisa mendapatkan makanan yang bergizi, sehingga muncul kembali kasus kelaparan yang diderita oleh sebagian besar anak-anak. Rusaknya lingkungan yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca secara global, penggunaan air tawar, pupuk, dan pestisida sangat berdampak terhadap lingkungan. Sehingga hal ini sangat merugikan anak-anak lantaran tidak mendapat makanan yang sehat, aman, dan bergizi.

Tren Makanan Masa Depan

Karena adanya dampak yang ditimbulkan, kebanyakan restoran akan berusaha untuk menawarkan lebih banyak pilihan, yang tetap menguntungkan, karena harga daging yang kian meningkat. Restoran juga melihat tren yang menjadi mula pengurangan konsumsi daging dan menjadikannya sebuah peluang. Dalam rangka mengurangi konsumsi daging, protein nabati menjadi alternatif yang paling utama.

Protein nabati yang menjadi pilihan yakni yang berasal dari kedelai atau kacang-kacangan. Protein nabati yang paling umum dimakan adalah kacang polong kering, kacang kering, buncis, dan lentil. Produk tersebut memiliki daya tariknya sendiri bagi masyarakat, sebab mengandung jumlah protein dan serat yang tinggi, namun rendah kandungan lemak. Meskipun produk nabati lebih sehat, namun cenderung kurang diminati oleh sebagian konsumen.

Alga

Alga dapat ditanam dan digunakan sebagai biofuel, sebagai pakan hewan dan sebagai pupuk untuk disebarkan di tanah untuk membantu pertumbuhan tanaman, tetapi yang lebih penting, alga juga dapat ditambahkan ke makanan manusia sebagai sumber protein alternatif yang tinggi karena mengandung asam lemak omega-3. Kandungan tersebut sangat bergizi, dan alga juga mengandung banyak mineral dan vitamin yang baik.

Alga adalah lendir hijau yang Anda lihat di kolam, atau di pantai di kolam batu, atau sejenis lumut dan dimasukkan ke dalam makanan manusia dalam bentuk mikroalga. Meski kedengarannya tampak menjijikan jika harus mengkonsumsi alga, tetapi tanpa disadari, manusia telah banya mengkonsumsi rumput laut dan spirulina yang hanya satu dari keluarga besar mikroalga, dan telah tersedia sebagai suplemen makanan sejak lama.

Alga atau ganggang dapat diproduksi di lokasi yang bersih dan aman untuk makanan dan dikeringkan serta dijadikan bubuk dan umumnya tumbuh sepuluh kali lebih cepat daripada tanaman terestrial. Dengan proses produksi yang bersih dan aman, alga dapat menjadi tren makanan masa depan yang pertama.

Keuntungan dari mengkonsumsi alga, sebagai tren makanan masa depan, tanaman ini tidak memerlukan ruang di tanah, karena ia di air, alga bahkan tidak membutuhkan air tawar untuk berkembang. Dalam strategi makanan baru-baru ini telah menganjurkan peningkatan penggunaan mikroalga sebagai makanan berkelanjutan dengan mengatakan bahwa mikroalga akan memainkan peran yang lebih besar dalam diet di masa depan, dan juga telah membantu memberi makan para astronot di Stasiun Luar Angkasa Internasional.

Nutrisi yang Dipersonalisasi

Tren lain yang mungkin terjadi mengenai makanan di masa depan selain alga adalah gagasan tentang nutrisi yang dipersonalisasi. Alih-alih mengikuti saran kesehatan standar pemerintah, seperti misalnya satu nutrisi cocok untuk semua, atau sama seperti makan 3000 kalori dan makan lima buah dan sayuran sehari. Nutrisi yang dibutuhkan akan berbeda pada setiap manusia dengan menyesuaikan metabolisme tubuh, golongan darah kesehatan usus, berat badan, dan waktu dalam hidup seseorang.

Nutrisi yang dipersonalisasi akan melihat interaksi kompleks antara nutrisi dan gen sehingga akan membuat pola makan yang disesuaikan yang melengkapi susunan genetik unik setiap orang. Ini akan berkaitan erat dunia medis dan makanan, makanan mungkin menjadi obat kita karena saran diet akan disesuaikan untuk meningkatkan kesehatan individu.

Beberapa pabrik makanan besar sudah melihat ini sebagai tren makanan masa depan. Misalnya, di Jepang, terdapat sebuah Program Kesehatan yang dijalankan oleh salah satu perusahaan makanan terbesar di dunia yang memungkinkan konsumen mengunggah gambar makanan mereka ke aplikasi beserta golongan darah dan sampel DNA mereka. Dengan melakukan hal tersebut, masyarakat kemudian menerima rekomendasi gaya hidup yang sehat dan rekomendasi teh serta smoothie kaya nutrisi yang diformulasikan secara khusus yang dibuat khusus untuk tipe tubuh mereka.

Serangga

Memakan serangga telah diadaptasi oleh banyak budaya dan sudah menjadi sebagai bagian dari makanan sehari-hari, namun, memakan serangga tidak umum di Eropa. Sementara di Prancis mereka biasa mengkonsumsi siput dan udang yang merupakan serangga laut yang efektif, dengan kerangka luar dan antenanya, tetapi seiring berjalannya waktu, masyarakat tidak menjadikan serangga sebagai pilihan kuliner.

Serangga merupakan sumber protein yang sangat berkelanjutan dan mudah tumbuh. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menganjurkan untuk lebih mempertimbangkan entomophagy, yang merupakan kata untuk menggambarkan makan serangga. Serangga berdarah dingin, membutuhkan lebih sedikit energi untuk mempertahankan suhu tubuh bagian dalam daripada hewan ternak sepert sapi atau ayam, atau bahkan ikan. Ini menunjukkan bahwa serangga efisien dalam mengubah makanan mereka menjadi massa tubuh yang dapat dimakan. Dalam hal penggunaan air, dibutuhkan satu galon air untuk beternak jangkrik yang cukup untuk satu pon protein.

Untuk menghasilkan daging sapi dengan berat yang sama, dibutuhkan sekitar 2.000 galon air. Serangga seperti jangkrik atau belalang menghasilkan metana yang jauh lebih sedikit dibandingkan hewan ternak, sehingga akan memberikan perlindungan terhadap lingkungan, tanpa disadari. Dengan demikian, memakan serangga lebih banyak daripada hewan ternak berarti para konsumen akan ikut andil dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Meski memiliki dampak yang baik terhadap lingkungan, tak jarang orang yang kontra terhadap saran ini.

Dalam mengkonsumsi serangga, tidak berarti serangga akan dimakan hidup-hidup atau tambahan apapun yang mungkin membuat sebagian orang merasa jijik. Para penelitian menunjukkan bahwa makanan atau tepung yang terbuat dari serangga tanah dapat ditambahkan ke batangan protein atau makanan yang dipanggang dan tanpa mengalami banyak perubahan rasa.

Makanan yang Terbuat dari Udara

Solar Foods, yaitu perusahaan Finlandia menciptakan makanan yang terbuat dari udara yang menjadi sumber protein dengan menggunakan ilmu modern. Ini sebenarnya merupakan bubuk berwarna kunyit yang disebut Solein yang bukan tumbuhan atau hewan, tetapi merupakan mikroorganisme yang diberi makan karbon dioksida, hidrogen, dan oksigen.

Solein tidak memilki rasa apapun, sehingga membuatnya dapat ditambahkan ke dalam berbagai makanan atau minuman seperti daging dan produk susu alternatif, makanan ringan, pasta, roti, dan olesan. Ini mengandung serat, lemak dan nutrisi, termasuk zat besi. Dampak terhadap lingkungan dari bubuk berwarna kunyit ini adalah bubuk yang tidak bergantung pada pertanian, sehingga solein dapat diproduksi di daerah mana pun, seperti gurun, wilayah Arktik, kota, dan bahkan luar angkasa.

Pengeditan Tanaman

Pengeditan genom tanaman adalah bidang yang menarik dalam tren pangan masa depan. Ini dapat membantu manusia memperluas pola makan dengan memakan tanaman yang saat ini tidak dapat kita konsumsi, seperti tanaman liar yang tumbuh subur di lingkungan yang keras atau tidak biasa.

Tanaman juga dapat diedit untuk memiliki kekebalan terhadap penyakit, untuk menghasilkan lebih banyak buah atau berbunga lebih awal pada musimnya. Selain itu, tanaman tertentu dapat ditanam dengan batang yang lebih pendek sehingga lebih cocok untuk pertanian dan juga perkotaan.

Penggunaan fungisida di ladang juga akan berkurang jika membuat kentang yang tahan hawar dan akan membantu mengurangi polusi yang ditimbulkan penggunaan fungisida. Proses penanaman tumbuhan dilakukan dengan menyerbuki secara silang dan membiakkan tanaman dari generasi ke generasi. Hal ini dilakukan pada tingkat genom dan berbeda dari modifikasi genetik, yang merupakan perubahan kecil yang terkontrol pada DNA organisme hidup yang ada.

Daging Palsu

Dalam upaya meniru daging, beberapa perusahaan sedang mengembangkan analog daging nabati. Perusahaan tersebut membuat “burger” yang meniru warna, tekstur, juiciness, dan rasa burger daging sapi. Dengan menirukan analog daging nabati, biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Analog daging nabati juga tak semudah yang dibayangkan untuk mendapatkan rasa atau tekstur daging yang pas di mulut, sehingga proses tersebut masih berlanjut.

Masak Enak Jadi Mudah

Tak berhenti sampai di situ, pembuatan daging palsu pun kerap dikembangkan, yaitu daging yang ditanam di laboratorium. Daging ini dikenal sebagai daging dibudidayakan atau in-vitro, yang ditiru sedemikian rupa agar terlihat seperti daging sapi cincang, mulai dari cara memasaknya, bau, hingga rasanya.

Daging palsu tersebut terbuat dari sel induk hewan yang tumbuh selama sembilan minggu untuk berkembang menjadi ukuran burger biasa. Rasa daging palsu ini tak jauh berbeda dengan daging asli, lantaran terbuat dari sel hewan yang sesungguhnya. Tak menyimpang dari tujuan terciptanya daging palsu ini, kondisi laboratorium juga kerap diperhatikan, dengan memastikan lingkungan yang bebas antibiotik, dan sangat mengurangi emisi gas rumah kaca daripada yang diciptakan oleh pertanian industri.

Para advokat juga mengklaim bahwa daging palsu ini juga dibuat dengan pertimbangan khusus terhadap lingkungan, karena tidak membutuhkan penggundulan hutan untuk membuat ladang yang akan digunakan untuk hewan ternak atau menanam pakan ternak.

Tren makanan masa depan memberikan pengaruh secara jangka panjang dalam upaya mengurangi konsumsi daging per kapita. Hal ini beriringan dengan desakan melonjaknya populasi manusia dan kebutuhan pangan yang terus berlanjut. Sebuah tren ini berupaya dalam memberikan dampak yang besar dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia, serta memastikan ketahanan pangan, mencegah kekurangan pangan dan malnutrisi, menghindari intoleransi dan alergi pangan, melindungi keanekaragaman hayati global, dan meminimalisir kekejaman terhadap hewan. Ingin membaca artikel menarik lainnya mengenai tren? Simak tren air minum dalam kemasan melalui link berikut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *