9 Variabel Dalam Penilaian Rempah Bubuk

Rempah-rempah merujuk pada bagian dari tanaman, baik batang, kulit batang, tunas, akar dan rimpang yang dimanfaatkan sebagai bumbu masakan, bahan obat-obatan, hingga kosmetik. Secara tradisional, rempah dijual dalam bentuk rempah utuh yang ditujukan untuk penggunaan jangka pendek. Namun di era modern, rempah juga banyak tersedia dalam versi bubuk, sehingga penilaian rempah bubuk menjadi satu informasi yang penting. Pasalnya, rempah utuh memerlukan waktu persiapan yang lebih lama karena harus dikupas, dipotong atau dihaluskan. Oleh sebabnya keberadaan rempah-rempah bubuk menjadi penyelamat bagi seseorang yang suka kepraktisan atau hanya memiliki waktu sedikit untuk memasak.

Hampir semua rempah bisa dijadikan bubuk, mulai dari bawang putih, lada, jinten, jahe, kunyit, bubuk daun kari hingga bunga pala. Hal ini menunjukkan bahwa rempah bubuk sangat dibutuhkan untuk memasak. Nah, agar anda tidak salah membeli produk rempah bubuk, maka anda harus mengetahui bagaimana menentukan rempah bubuk yang berkualitas baik.

Beberapa produk rempah yang dijual dipasaran banyak yang dicampur dengan bahan tambahan agar biaya produksi lebih murah. Maka, anda perlu tahu apa saja variabel dalam penilaian rempah bubuk yang menunjukkan keaslian dan kualitas dari produk rempah itu sendiri.

Apapun Bumbunya, Tidak Pakai MSG

Keadaan

Variabel untuk menentukan kualitas rempah yang pertama pastinya adalah keadaan rempah bubuk, yang mencakup aroma (bau) dan rasa dari rempah itu sendiri. Nah, bau dan rasa rempah menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) harus normal. Normal dalam artian tidak berbau aneh, menyengat, atau rasanya juga sama persis dengan rempah versi utuh.

Kadar Air

Kadar air merupakan metode uji laboratorium kimia yang penting dalam industri pangan. Penentuan kadar air pada rempah akan menentukan kualitas dan ketahanan pangan terhadap kerusakan yang mungkin terjadi terutama dalam proses distribusi dan penyimpanan. Suatu rempah bubuk dikatakan berkualitas baik jika kadar airnya maksimal 12% b/b. Satuan ini artinya jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 gram larutan.

Cara menghitung kadar air bisa dilakukan dengan banyak cara. Cara pertama dengan metode pengeringan yang paling simpel, yaitu menghitung selisih berat rempah segar dan utuh, dengan hasil rempah setelah dikeringkan. Namun metode ini kurang akurat, karena berat rempah bisa dipengaruhi kontaminan saat proses pengeringan.

Sementara cara lainnya dan dianggap lebih efektif bisa dengan cara distilasi uap, metode kimiawi dan metode fisis. Hal ini dikarenakan metode tersebut harus dilakukan melalui laboratorium sehingga lebih higienis dan hasilnya lebih akurat. Nah, rempah yang sudah di uji dan menunjukkan kadar air melebihi standar yang ditentukan, sebenarnya tetap bisa digunakan namun dianggap akan lebih rentan terhadap kerusakan.

Kadar Abu

Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan karbondioksida, namun bahan-bahan anorganik tidak. Kadar abu ditentukan setelah proses pembakaran yang terjadi pada rempah. Lebih jelasnya, kadar abu didefinisikan sebagai hasil yang tersisa atau tertinggal dari produk pangan yang dibakar sempurna ketika proses pengabuan. Kadar air termasuk mineral yang tidak dapat terbakar menjadi zat yang bisa menguap.

Mengetahui kadar abu fungsinya untuk menentukan kualitas pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan serta sebagai parameter penentu nilai gizi pada produk pangan. Biasanya peningkatan kadar abu dapat terjadi, jika semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin banyak air yang teruap dari bahan yang dikeringkan. Dengan demikian kadar abu bergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, serta waktu dan suhu yang digunakan saat pengeringan. Sesuai SNI, rempah bubuk yang berkualitas baik memiliki kadar abu maksimal 7% b/b.

Abu Tak Larut Asam

Kadar Abu Tak Larut Asam merupakan zat yang tertinggal ketika produk bahan pangan di bakar sempurna di dalam proses pengabuan. Zat tersebut dilarutkan dalam asam (HCI) dan sebagian lagi yang tidak dapat larut dalam asam akan tetap berada pada produk.

Secara lebih rinci, pengujiannya dilakukan dengan cara abu dilarutkan dengan menambahkan HCl sebanyak 10% dan didihkan. Kemudian disaring dan dicuci dengan aquades hingga menjadi bahan bebas klorida. Proses selanjutnya adalah pengeringan dalam oven, dan pengabuan menggunakan furnace, lalu didinginkan di dalam desikator. Setelah proses pendinginan, maka residu kemudian ditimbang dan dihitung dengan rumus tertentu. SNI menjelaskan bahwa kadar abu yang tak larut dalam asam maksimal bernilai maksimal 1% b/b.

Kehalusan Bubuk

Kehalusan bubuk rempah harus lolos uji ayakan no 450 (425 u). Ketentuan tersebut disesuaikan dengan ketentuan pada SNI 01-2891-1992. Nilai kehalusan pada rempah maksimal 90% b/b. Rempah bubuk yang berkualitas memang harus sangat halus dan minim kontaminan yang merusak teksturnya, misalnya serpihan batang, ranting, kerikil, tanah, dan lain sebagainya.

Cemaran Logam

Cemaran logam pada bahan pangan sebagian besar terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status keberadaan cemaran tersebut dalam bahan pangan. Dalam hal ini rempah bubuk memiliki batas toleransi terhadap cemaran logam yaitu logam Timbal (Pb) maksimal 10% b/b dan Tembaga (Cu) maks 30% b/b. Perlu diketahui Timbal dan Tembaga sebenarnya masih dibutuhkan tubuh. Meski belum ada jumlah yang pasti tentang berapa banyak tubuh membutuhkan Timbal dan Tembaga, namun kelebihan dua logam ini justru berbahaya bagi kesehatan. Rempah yang kadar Timbal-nya tinggi dan dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan anemia. Sementara Tembaga yang terlalu banyak akan membuat tubuh mengalami hemolisis (kerusakan sel darah merah) dan nekrosis sel hati.

Cemaran Mikroba

Cemaran mikroba adalah cemaran mikroorganisme dalam produk pangan yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Mikroorganisme ini sifatnya tak kasat mata dan harus dianalisis menggunakan mikroskop atau sejenisnya. Biasanya setiap jenis mikroba memiliki batas maksimum keberadaannya dalam rempah, yakni konsentrasi maksimum cemaran yang diizinkan terdapat pada produk pangan.

Mikroba pertama yaitu Angka Lempeng Total merupakan angka yang menunjukkan jumlah koloni bakteri aerob mesofilik yang terdapat pada per gram ataupun per milliliter sampel uji. Jumlahnya maksimal 106 koloni/g.

Mikroba kedua yaitu bakteri khususnya Escherichia coli yang sering kali menyebabkan diare atau infeksi saluran pencernaan. Jumlahnya dalam rempah maksimal 103 APM/g.

cek ratusan koleksi lainnya

Nah, cemaran mikroba juga dapat berasal dari kapang. Kapang adalah mikroba yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutriennya secara mandiri, sehingga hidup secara saprofit atau parasit pada organisme lain. Bentuk kapang berupa benang-benang halus, yang keberadaannya maksimal pada rempah sebanyak 104 mg/kg.

Aflatoksin

Kadar aflatoksin juga menjadi variabel penting untuk menentukan kualitas rempah. Aflatoksin termasuk jenis mikotoksin yang paling umum ditemukan. Ini adalah senyawa organik hasil metabolisme sekunder dari jamur Aspergillus sp. Sifatnya sangat toksik (racun) bagi kesehatan manusia, bahkan untuk hewan. Aflatoksin paling sering meracuni bahan pangan termasuk rempah bubuk. Jumlah aflatoksin yang dapat ditolerir pada rempah maksimal 20 mg/kg sesuai SNI. Kadar aflatoksin yang terlalu tinggi dan dikonsumsi manusia dapat memicu kanker.

Kutu

Meskipun SNI tidak menyebutkan kutu sebagai salah satu variabel dalam penilaian rempah, namun variabel ini tetap bisa dipertimbangkan. Kutu bisa bersarang pada rempah bubuk karena proses penyimpanan rempah yang tidak benar ataupun kemasan yang kurang bagus. Kutu juga bisa muncul sebagai indikator bahwa produk tersebut mulai menurun kualitasnya. Oleh sebab itu belilah rempah bubuk yang aman dari kutu dan diproses dari rempah berkualitas, bukan rempah yang sudah membusuk atau terlalu lama disimpan.

Mengetahui variabel dalam penilaian rempah memang sangat penting, mengingat kini produk rempah bubuk sudah dijual bebas. Selain 9 variabel dalam penilaian rempah diatas, anda juga bisa menilai kualitas rempah dari tidak adanya bahan tambahan seperti MSG, perisa, pengawet, no filler dan pastinya halal. Jika suatu produk rempah memenuhi semua variabel tersebut, maka bisa dipastikan kualitasnya sangat baik dan aman dikonsumsi manusia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *