7 Perbedaan Cendol dan Dawet

Di Indonesia, beberapa kuliner, baik itu makanan maupun minuman terkadang mirip satu sama lainnya, padahal, jika diperhatikan dengan seksama, setiap kuliner memiliki keunikannya tersendiri, dan ada beberapa perbedaan yang bisa terlihat, misalnya saja cendol dan dawet, yaitu minuman tradisional yang dinikmati dengan santan dan gula merah cair, dengan rasa legit, manis, dan gurih. Kedua minuman tersebut meski tampak mirip jika dilihat sekilas, tetapi ada beberapa perbedaan penting yang perlu diketahui. Inilah 7 perbedaan cendol dan dawet. Simak selengkapnya di bawah ini.

Perbedaan Cendol dan Dawet

Bahan Utama

Perbedaan cendol dan dawet yang pertama terletak pada bahan utamanya. Saat melihat warna cendol dan dawet sekilas, warna hijaunya mungkin membuat Anda berpikir bahwa keduanya terbuat dari bahan utama yang sama. Faktanya, keduanya terbuat dari bahan utama yang berbeda. Cendol menggunakan bahan utama yaitu tepung hunkwe atau tepung kacang hijau. Pembuatannya tak terlepas dari pewarna. Secara tradisional, cendol menggunakan pewarna alami dari air daun pandan atau daun suji, tetapi saat ini, pewarna makanan buatan pun telah banyak digunakan.

Sementara itu, dawet yang sama-sama berwarna hijau menggunakan tepung beras sebagai bahan dasar pembuatannya. Pewarna yang digunakan sama dengan pembuatan cendol, yaitu air daun pandan atau daun suji, bisa juga menggunakan pewarna makanan buatan. Namun, ada beberapa pewarna yang digunakan pada dawet, misalnya dari abu sekam padi, yang membuat dawet berwarna hitam. Ini disebut juga dengan dawet ireng (hitam). Jadi, meskipun sekilas warnanya mirip karena menggunakan pewarna yang sama, tetapi bahan dasar keduanya tetaplah berbeda.

Apapun Bumbunya, Tidak Pakai MSG

Asal Usul

Asal usul dari cendol dan dawet bisa menjadi perbedaan kedua di antara keduanya. Konon, banyak yang percaya bahwa cendol pertama kali disebutkan dengan nama Dawet dalam prasasti Taji di Ponorogo pada abad ke 10. Lalu, pada abad ke-12 tepatnya pada masa Kerajaan Kediri, nama cendol ditulis ulang pada naskah Kresnayana.

Pada masa kesultanan Demak di abad ke 15, minuman es cendol menyebar ke beberapa daerah lainnya di Indonesia seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai media dakwah, dan turut dibawa oleh prajurit Jawa ke Melaka, Malaysia dan Singapura dengan nama Cendol. Dari sejarahnya, ada dugaan bahwa cendol berasal dari Sunda, Jawa Barat.

Asal usul dawet berbeda dengan cendol. Minuman es ini telah lama dikonsumsi oleh orang Jawa kuno seperti yang tercatat dalam prasasti dan naskah kuno. Dawet berasal dari Banjarnegara, Jawa Tengah, tetapi melalui penyebarannya, dawet bisa ditemukan dengan banyak variasi di berbagai daerah di Indonesia lainnya.

Alat Pembuatan

Perbedaan cendol dan dawet bisa terlihat melalui cara pembuatannya. Dalam pembuatan cendol, masyarakat Jawa Barat membuat minuman tradisional ini dengan menggunakan mesin pencetak khusus yang dilengkapi dengan tutup penekan. Ini adalah sebuah alat yang mirip gelas dengan bagian bawah terdapat lubang-lubang kecil. Lubang kecil tersebut lah yang akan membentuk cendol dengan bentuk khusus saat adonan hunkwe dimasukkan ke dalamnya. Di bagian bawah alat khusus tersebut, disiapkan wadah untuk menampung cendol setelah melewati alat khusus tersebut.

Berbeda dengan dawet, minuman tradisional khas Jawa Tengah ini lebih sederhana dibandingkan dengan pembuatan cendol. Sebagian besar orang menggunakan saringan besi berongga untuk mencetak dawet. Saat mencetaknya, adonan dawet hanya perlu dimasukkan ke dalam saringan tersebut, dan digoyangkan perlahan-lahan. Cara tersebut akan mengeluarkan butiran-butiran halus di dalam wadah berisi air yang sudah disiapkan.

Bentuk

Perbedaan alat yang digunakan berpengaruh pada hasil akhir atau bentuk dari cendol dan dawet. Perbedaan bentuk dari kedua minuman tradisional ini akan tampak saat Anda membeli dan menikmati cendol atau dawet. Mungkin Anda akan melihat bentuknya mirip jika dilihat sekilas, tetapi saat dilihat dengan seksama, keduanya memiliki perbedaan yang tampak jelas.

Bentuk cendol yaitu cenderung lebih lonjong daripada dawet. Bentuk tersebut tak hanya disebabkan oleh alat pembuatannya saja, tetapi juga bahan utamanya yang menggunakan tepung hunkwe. Di sisi lain, jika diperhatikan seksama, dawet memiliki bentuk memanjang dengan bagian ujung yang sedikit runcing. Seperti yang telah disebutkan, bentuk dawet juga merupakan hasil dari alat yang digunakan. Saringan besi untuk mencetak dawet cenderung lebih kecil, sehingga menghasilkan bentuk demikian.

Tekstur

Pada dasarnya, bahan utama pembuatan cendol dan dawet berpengaruh terhadap banyak hal, termasuk dengan teksturnya. Anda mungkin tidak akan langsung menyadari tekstur detail dari kedua minuman tradisional ini. Saat meminum es cendol, Anda akan merasakan tekstur yang kenyal seperti jeli. Tekstur tesebut didapatkan dari tepung hunkwe yang digunakan. Di samping itu, es dawet memiliki tekstur yang lebih lembut dan halus, dan memiliki ketebalan lebih dari cendol. Ini juga disebabkan oleh penggunaan tepung beras dalam proses pembuatannya.

Cara Penyajian dan Topping

Cendol dan dawet adalah dua minuman tradisional yang menggunakan santan dan gula merah, tetapi perlu diketahui bahwa keduanya berbeda dari segi penyajiannya. Es cendol paling umum disajikan sebagai pencuci mulut atau sebagai makanan selingan, Anda juga bisa meminumnya di siang hari saat cuaca sedang panas. Topping yang digunakan biasanya berupa potongan nangka.

Sementara itu, minuman khas Jawa Tengah ini kerap disajikan sebagai menu upacara pernikahan adat suku Jawa. Topping yang digunakan sebagai pelengkapnya adalah tape ketan. Saat berbicara mengenai kedua topping minuman tersebut, cendol dan dawet bisa dinikmati tanpa topping tambahan apa pun, dan rasanya akan tetap legit dan gurih.

Variasi

Bumbu Terbaik Untuk Masakan Ternikmat

Perbedaan cendol dan dawet yang terakhir terletak pada variasinya. Meski mungkin Anda lebih sering menemukan cendol dan dawet yang berwarna hijau segar, tetapi pada variasinya, dawet lebih bervariasi. Cendol hanya memiliki satu warna, yaitu hijau segar, sementara dawet memiliki beberapa variasi berdasarkan daerah tempatnya berasal.

Dawet adalah minuman tradisional khas Jawa Tengah yang menyebar ke beberapa daerah di Indonesia seperti Bandung, Banjarnegara, Banyumas, Cilacap, Jakarta, Purworejo, Semarang, Solo, hingga luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Melalui daerah penyebarannya, ada beberapa variasi dawet yang bisa ditemukan, misalnya saja dawet jabung, yaitu dawet yang berasal dari Ponorogo dan terkenal bisa menyembuhkan orang sakit sejak era Majapahit.

Ada pula Dawet Ayu Banjarnegara, yaitu varian es dawet yang paling populer di antara jenis dawet lainnya. Saat mampir ke daerah Purworejo, Anda akan menemukan Dawet Ireng Purworejo. Ini adalah varian es dawet yang unik karena berwarna hitam. Dalam bahasa Jawa, ireng berarti hitam. Di Jepara, es dawet yang ditemukan bernama dawet mentingan, dan yang terakhir adalah dawet semarangan yang berasal dari Semarang.

Menikmati cendol dan dawet di siang hari dapat melepas dahaga. Rasa manis dan legit, yang berpadu dengan rasa dan tekstur unik dari kedua minuman tradisional tersebut sangatlah memanjakan lidah. Jadi, meskipun keduanya memang tampak mirip, tetapi dari bahan utama, asal usul, cara pembuatan, bentuk, tekstur, cara penyajian, hingga variasinya tetaplah berbeda. Itulah perbedaan cendol dan dawet, mana yang lebih Anda sukai? Simak perbedaan menarik lainnya mengenai perbedaan soto dan coto melalui tautan berikut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *